Katolikpedia.id – Elizabeth dan Gabriela dipisahkan sejak lahir. Keduanya tumbuh di tangan pengasuh yang berbeda. Tapi pada akhirnya sama-sama jadi suster.
Ini sebuah kisah panggilan yang unik dan menakjubkan. Kisah tentang panggilan sepasang anak manusia, yang lahir dari rahim yang sama, tumbuh di lingkunan berbeda, kemudian kembali dalam “rumah panggilan” yang sama.
Beginilah kisah panggilan unik Elizabeth dan Gabriela yang sama-sama jadi suster.
Kelahiran
Cecilia sudah bersiap diri untuk menyambut kelahiran buah hati yang sudah ia kandung selama sembilan bulan. Sang suami gembira karena ia dan istrinya segera memiliki momongan. Hari itu, 23 Februari 1963.
Setelah berjuang beberapa waktu, persalinan Cecilia tak kunjung usai. Dokter yang mendampingi memutuskan untuk melakukan operasi caesar.
Maksud dokter baik: “mengambil jalan pintas” untuk persalinan Cecilia. Dua bayi perempuan lahir dengan selamat.
Tapi tim medis hanya bisa membantu sampai di situ. Takdir berbicara lain. Cecilia harus pergi selamanya karena operasi caesar itu. Ia tak sempat menyaksikan bayi kembarnya. Kedua bayi, oleh keluarga, diberi nama Elizabeth dan Gabriela.
Tumbuh di lingkungan berbeda
Setelah lahir, keluarga pun mencari akal agar dua bayi tak ber-ibu itu bisa tetap hidup. Jalan satu-satunya adalah dipisahkan. Yang satu tetap dirawat sang ayah dan yang satunya lagi dirawat oleh sang tante, adik Cecilia.
Elizabeth tumbuh di tangan sang ayah. Sementara Gabriela tumbuh di tangan tantenya. Kedua keluarga ini tinggal di kota yang sangat berdekatan.
Sejak kecil, Elizabeth dan Gabriela sering bertemu kala keluarga besar mereka saling mengunjungi. Namun keduanya tak pernah tahu kalau mereka kembar.
Mereka hanya tahu kalau mereka adalah saudara sepupu. Keluarga besar mereka sepakat untuk merahasiakan kisah kelahiran mereka, sekaligus nama ibu mereka.
Ketika mencapai usia sekolah, Elizabeth dan Gabriela memilih sekolah yang sama. Saban hari mereka bertemu di sekolah. Meski tak tahu kalau mereka kembar, pilihan-pilihan mereka sering mengindikasikan hal ini.
Keduanya suka warna yang sama, sering membeli pakaian dengan model yang sama, suka permainan yang sama, dan lain sebagainya.
Bersama keluarga, kedua anak perempuan kecil ini juga sering berziarah ke makam bibi Cecilia. Begitulah mereka memanggil perempuan yang kini tinggal puasaranya itu.
Kesamaan-kesamaan ini membuat orang-orang berseloroh “sepupu tapi kembar”. Tapi komentar-komentar itu tak cukup meyakinkan keduanya untuk mencari tahu asal-usul mereka.
Hingga suatu ketika, saat keduanya berusia 10 tahun, tak sengaja Gabriela mendengar percakapan “keluarga asuhnya”, kalau ia dan Elizabeth kembar.
Setelah mereka mencari tahu berulang kali, akhirnya rahasia hidup mereka terbongkar. Meski demikian, keduanya tetap memutuskan untuk hidup terpisah. Elizabeth tetap tinggal dengan sang ayah, Gabriela tetap bersama tantenya.
Keduanya pernah menggambarkan peristiwa tersebut dengan ungkapan ini:
“Kehidupan di pedesaan itu indah, kecuali kenyataan bahwa orang-orang berbicara terlalu mudah. Tentu saja, itu adalah kejutan yang mengerikan bagi kami berdua, meskipun kami mengerti bahwa niat orang tua kami baik, dan bahwa kami sangat dicintai “
Panggilan menjadi suster
Sebagai remaja, si kembar berpartisipasi secara teratur dalam kelompok doa yang dipimpin oleh para suster dari kongregasi religius St. Elizabeth. Diam-diam keduanya mulai tertarik dengan cara hidup para suster.
Namun mereka sepakat hanya membicarakannya di antara mereka sendiri. Tertarik oleh kerohanian kongregasi, mereka akhirnya memutuskan untuk bergabung bersama Suster-suster St. Elizabeth.
Tanggal ditetapkan dan semuanya disiapkan dengan diam-diam. Satu-satunya yang tersisa adalah saat yang sulit untuk meminta izin kepada orang tua mereka masing-masing.
Bagi Elizabeth, segalanya berjalan sangat baik. Ayahnya memberinya restu. Tapi tidak untuk Gabriela. Paman dan tantenya marah besar saat mendengar Gabriela mau masuk biara. Pamannya sampai mengambil kartu identitasnya dan melarangnya meninggalkan rumah.
Akhirnya, hanya Elizabeth yang masuk biara. Meski demikian, ia tetap mengusahakan agar komunikasi dengan saudara kembarnya jangan sampai terputus.
Setahun kemudian, Gabriela datang dengan rencana untuk dipersatukan kembali dengan saudara perempuannya di biara. Dengan dalih akan mengunjungi Elizabeth untuk ulang tahunnya, ia menyiapkan segalanya untuk masuk biara.
Keduanya sudah kompak untuk hidup dalam biara, meski resikonya adalah mengorbankan hubungan baik dengan keluarga mereka.
Lima tahun kemudian, suster kembar itu siap untuk mengikrarkan kaul kekal sebagai biarawati. Orang tua Gabriela bertemu dengan romo paroki di mana mereka tinggal. Setelah berkonsultasi, akhirnya mereka menerima keputusan Gabriela dan memberinya restu.
Dua suster kembar itu meyakini bahwa ibu mereka pun merestui panggilan mereka. Hal itu tergambar dari kata-kata mereka:
“Ketika ibu kami meninggal, salah seorang dari komunitas Suster St Elizabeth memegang tangannya. Kami berpikir bahwa ibu kami bekerja dari surga untuk panggilan kami. Cara kami dipersatukan kembali, menjalani pendidikan sebagai postulan dan novis adalah hadiah terindah dari ibu kami. Hadiah yang dikirim dari surga.”
Itulah kisah tentang dua saudara kembar yang memutuskan untuk sama-sama jadi suster. Semoga menginspirasi kita semua.
Sumber: aleteia.org