Katolikpedia.id – Keputusan Christina Srinivasan pindah agama ke Katolik terbilang sebuah keputusan besar dalam hidupnya. Ia tahu bahwa keputusan ini bakal membawa dampak besar. Tapi Yesus terus meyakinkannya akan pilihan itu.
Ulasan tentang kisah aktris cantik dan kaya asal India ini tidak diangkat dalam konteks mengajak Anda atau siapa pun untuk pindah agama ke Katolik. Tapi ia bisa menjadi inspirasi tentang kasih Yesus. Ia adalah lukisan tentang kesetiaan.
Ia adalah contoh tentang bagaimana Tuhan turut andil dalam situasi kehidupan kita, dalam kondisi tersulit sekalipun. Kasih setia-Nya tak pernah menelantarkan umat pilihan-Nya.
Kisah Christina Srinivasan juga mengatakan kepada kita bahwa ketenaran dan kekayaan tak menjamin kebahagiaan. Sumber sukacita itu ada dalam Sabda dan Yesus sendiri.
Dari keluarga terpandang
Christina Srinivasan berasal dari keluarga terpandang di India. Ia datang dari keluarga kelas atas, yang dalam tradisi Hindu disebut keluarga Brahmin. Secara tradisional, para brahmana adalah guru dan imam di antara kasta tertinggi dalam masyarakat India.
Previlese itu memudahkan Srinivasan untuk mengejar apa yang ia impikan, entah itu pendidikan, karier, harta, maupun ketenaran.
Ketika usianya baru menginjak angka 13, Srinivasan mulai menapaki karier di bidang seni peran. Wajah cantik dan privilese keluarga tadi memudahkannya untuk mencapai puncak karier dalam waktu singkat.
Nama Mohini ia pilih sebagai nama panggung, seturut anjuran sang ayah dan keluarga. Mohini Srinivasan jadi idola setelah berulangkali muncul di layar kaca. Tak kurang dari 100 film berhasil ia bintangi.
Pundi-pundi uang pun mengalir deras ke kantong pribadi sebagai simbol keberhasilan. Ketenaran, apalagi. Penikmat film India tahun 90-an pasti tak asing dengan wajah jelita yang satu ini.
Tahun 1999, Srinivasan dipersunting Bharath, seorang lelaki terbaik di India, menurut cita rasanya. Srinivasan dan Bharath menikah, dan dikaruniai seorang putera yang dinamai Aniruddh.
Demi pekerjaan sang suami, keluarga ini hijrah ke Washington D.C., beberapa waktu kemudian. Entah mengapa, di sinilah sejumlah masalah bermula. Meski memiliki harta dan ketenaran, Srinivasan tak bisa menyelamatkan tubuhnya dari sakit.
Masalah kesehatan membuatnya tak bisa lagi menikmati hidup. Imbas lanjutnya adalah ia mulai stres hingga depresi. Sudah begitu, ia juga jauh dari India, negeri dan budaya yang telah membesarkannya. Akhirnya, mereka pulang ke India.
Mencari jawaban
Kembali ke kampung halaman, Srinivasan mencoba bangkit. Ia terus mencari solusi untuk masalah yang rasanya datang bertubi. Ia mempelajari berbagai ajaran agama sambil berharap bisa menemukan jawaban.
Ajaran Hindu ia perdalam, sembari itu ia juga mempelajari ajaran Sikhisme, Jainisme, Budha, dan Islam. Tapi rasanya tak ada solusi. Membaca dan mendalami Alkitab adalah langkah selanjutnya.
Seiring dengan itu, ia pergi ke gereja dari berbagai denominasi dan mencoba mendekatkan diri. Namun lagi-lagi tak ada kenyamanan baginya di sana. “Ada yang hilang di semua tempat ini,” kata Srinivasan.
Baca Juga: Kesaksian Iman dari Seorang Perempuan Jenius yang Memilih Masuk Katolik
Menjadi Katolik
Akhirnya ia pergi ke Gereja Katolik. Ia mencoba menghadiri Misa di sela-sela kesibukannya sebagai seorang ibu rumah tangga dan aktris film terkenal.
Dua bulan setelah aktif Misa pada tahun 2006, ia memutuskan untuk ambil bagian dalam sebuah retret karismatik yang digelar oleh Kongregasi Vinsensian India.
Dalam retret itu Srinivasan menemukan yang ia cari selama bertahun-tahun. Ia merasa bahwa inilah jawaban atas pencariannya. “Dan saya berkata, ok Tuhan, saya tidak akan pulang tanpa kamu,” urainya mengenang.
Ia pun minta izin kepada romo di rumah retret itu untuk dibaptis. Setelah melakukan serangkaian pendampingan dan wawancara, ia pun dinyatakan layak menerima Sakramen Inisiasi (Sakramen Baptis, Sakramen Ekaristi dan Sakramen Krisma).
Nama Christina ia pilih sebagai penanda bahwa sejak saat itu ia adalah seorang Katolik. Christina Srinivasan adalah nama baru, pun bermakna hidup baru baginya.
Sang suami, Bharath, tak keberatan sama sekali dengan keputusan istrinya. Ia malah senang. Setidaknya, sembari berseloroh, ia tak perlu lagi mempraktikkan ritual agama Hindu yang menurutnya lumayan ‘menyiksa’nya.
Keputusan besar
Mengingat latar belakang keluarga tadi, keputusan Christina Srinivasan pindah ke Katolik adalah sebuah keputusan besar dan berisiko tinggi. Sebab itu menyalahi tradisi keluarga.
Apalagi ia adalah menantu pertama dalam keluarga. Sudah tentu ia banyak dirujuk sebagai referensi tradisi keluarga. Bagaimana mungkin ia bisa “membelot” dari trah keluarga yang sudah sangat kental dengan ajaran Hindu?
Tapi nyatanya hati dan pilihan Srinivasan tak goyah. Ia malah bisa berbicara berjam-jam dengan siapa saja yang bertanya tentang pertobatannya. Dia selalu mengenakan salib dan rosario.
“Saya pikir penting untuk membagikan Yesus kepada semua orang. Karena Anda tidak bisa egois tentang itu, “katanya.
“Jadi saya pikir Yesus perlu dibicarakan lebih banyak, tidak hanya untuk kebaikan Anda sendiri, tidak untuk membuktikan suatu hal, tetapi untuk membawa penyembuhan ke dalam kehidupan orang lain.”
Selanjutnya, kondisi internal keluarga Srinivasan pun semakin membaik. Kondisi keluarga yang sebelumnya tampak berantakan perlahan-lahan pulih. Ia dan sang suami sepakat untuk terus mengayuh bahtera rumah tangga, meski sempat mengajukan gugatan cerai.
Hingga pada akhirnya, Srinivasan dan Bharath dikaruniai anak kedua, dan Bharath sendiri ikut pindah ke agama Katolik beberapa waktu kemudian.
Inilah kisah menarik tentang hidup dan keluarga Srinivasan, yang dapat menginspirasi kita sebagai umat Katolik, entah kita Katolik sejak belia atau setelah dewasa.
Sumber: www.nwcatholic.org