Katolikpedia.id – Tulisan ini berangkat dari beberapa orang yang bertanya kepada saya perihal kehidupan pribadi seorang frater, secara khusus dalam relasi dengan gender yang berbeda.
Pertama, saya tidak mau memakai kata ‘lawan jenis’ karena bagi saya, lawan berarti musuh atau tandingan, sementara pria dan wanita tidak diciptakan Allah untuk menjadi musuh satu sama lain melainkan saling melengkapi dan mendukung. Kecuali dalam beberapa kasus, tidak sedikit orang yang menjadikan mantan mereka sebagai musuh karena masih sakit hati pernah dikecewakan atau ditinggalkan di masa lalu
Kedua, sebelumnya saya sudah memposting di beberapa akun medsos, “Kenapa frater tidak boleh pacaran?” Dan dalam postingan itu saya mendapat cukup banyak jawaban yang beragam, ada yang horor, unik, romantis dan juga lucu. (Kalian bisa membacanya sendiri di akun Facebook saya @KaneldSeran)
Mari kita mulai…
#Perjalanan hidup seorang Frater
Pada dasarnya frater adalah calon imam, ada juga frater kekal, artinya selamanya dia akan menjadi seorang frater.
Dalam menjalani kehidupan panggilannya, seorang frater (entah itu biarawan atau diosesan) terikat dengan tiga kaul; ketaatan, kemurnian dan kemiskinan. Bagi saya relasi dengan wanita masuk dalam kaul kemurnian.
Kehidupan di balik jubah itu seru (kalau tidak percaya, jadilah frater, bruder atau suster), disana kita akan punya banyak kenalan, termasuk juga perempuan.
Pada moment inilah seorang frater dilatih untuk memantapkan panggilannya. Apakah saya terpanggil untuk menjadi imam ataukah menjadi bapa dalam keluarga kecil? Kenapa?
Karena cinta itu sering datang pada moment yang tidak kita duga, dari pertemuan-pertemuan yang tak disengaja. Bisa juga dimulai dari sebuah kekaguman atau berawal dari curhat hingga adanya kenyamanan, lalu menjalani relasi khusus secara diam-diam, main dibelakang layar.
#Cinta seorang frater
Untuk saya secara pribadi, seorang frater pada dasarnya sudah berpacaran ketika dia mengikrarkan kaul pertamanya. Tentu saja berpacaran dengan Gereja.
Agak aneh memang, tapi maksudnya adalah penyerahan diri yang total kepada Allah, dia siap untuk menjalani hidup tanpa sebuah perkawinan dengan wanita.
Nah, ketika seorang frater kemudian mempunyai pacar yang lain lagi, apalagi secara tahu dan mau, jelas itu dia selingkuh, artinya, ada yang dinomorduakan. Entah siapa.
Sebagai yang nomor dua, perhatian yang diberikan akan berkurang karena dia bukan prioritas, jadi wajar tidak sulit untuk ditinggalkan. Jika perempuan yang dinomorduakan maka bersiaplah untuk menerima rasa sakit, hubungan tanpa arah yang nantinya berakhir di persimpangan jalan.
Memang pacaran adalah hak manusia. Tapi sebelum menjadi seorang frater, biasanya calon frater akan melewati dua tahun refleksi melalui masa postulan dan novis, bahkan ada yang mesti dari aspiran terlebih dahulu.
Rasanya rentang waktu ini cukup untuk melihat, apakah calon frater tersebut yakin untuk tetap hidup membiara atau tidak, sehingga ketika mengikrarkan kaul, dia diminta untuk melakukan hal itu secara sadar dan tanpa paksaan.
Ada kekuatiran tersendiri bahwa kebiasaan untuk pacaran saat masih frater akan terbawa ketika menjadi imam, kebiasaan itu telah menjelma jadi kekuatan sehingga nantinya itu juga bisa terjadi tanpa sadar.
Baca Juga: Seputar Kasus-Kasus Pelecehan Perempuan oleh Pastor Tertahbis
#Pesan untuk perempuan
Saya kurang begitu tahu, alasan perempuan jatuh cinta dan mau menjalani relasi khusus dengan seorang frater. Jubahnya kah, sifatnya kah, kepintarannya kah, kerapiannya atau apa? Yang jelas tidak sedikit perempuan yang berharap bisa berpacaran dengan frater.
Kalau saya pribadi, pintar yaaa pas-paslah, tidak begitu cerdas, kerapian? Jangan ditanya, saya agak aneh, karena tidak begitu menyukai kerapian, sering kena ceramah soal kamar yang berantakan, tapi apa mau dikata saya biasanya menemukan ide-idea dari keberantakan…(Sudah keluar jalur nih. Hehehe…)
Saya hanya menyarankan, ketika kamu jatuh cinta dengan seorang frater, itu hal yang wajar tapi sebaiknya dipikirkan lagi dan berkali-kali. Apakah itu murni dari hatimu ataukah hanya sebatas kekaguman sesaat, yang nantinya akan berubah ketika kamu menemukan seseorang yang ‘lebih’ dari yang kamu kagumi saat ini.
Ingat ini, budaya kita sering menjadikan seorang perempuan sebagai aib ketika seorang frater meninggalkan jubahnya.
Perempuan dijadikan kambing hitam dan pantas untuk disalahkan ketika seorang frater dikeluarkan atau memilih mengundurkan diri dari hidup membiara.
Konyol memang tapi itu yang sering terjadi.. Tidak adil tapi itu bukan fenomena baru. Padahal perbuatan itu adalah pilihan dua orang, bukan pemaksaan dari salah satu pihak.
Keduanya saling mengagumi dari sisi berbeda, kemudian memutuskan untuk bersama. Yang lebih horor lagi, bukan hanya pribadi perempuan yang diserang, tapi juga keluarganya. Seakan-akan perbuatan tersebut adalah ajaran keluarganya. Miris sekali tapi apa mau dikata. Maka, alangkah baiknya, sebelum memutuskan cobalah untuk mempertimbangkan secara matang.
Lalu apa kesimpulannya?
Tidak menutup kemungkinan bahwa ada frater yang berpacaran, tapi juga jangan lupa bahwa di luar sana masih banyak frater yang setia dengan janji kaulnya.
Keputusan selalu ada ditangan kita, karena menjalani hubungan ataupun tidak adalah pilihan. Saya hanya mau mengatakan bahwa memperjuangkan kebahagiaan kita sendiri memang hak kita, tapi bukan berarti dengan mengambil kebahagian orang lain.
Mari saling mendukung…Kita berbagi tugas dalam pelayanan. Kalian mendukung panggilan kami, dan kami mendoakan kehidupan kalian.
Kita akan saling memiliki di dalam Tuhan yang sama, tapi tidak bisa saling mendampingi di dalam kamar yang sama.
Tuhan sayang