Katolikpedia.id – Sebuah kisah inspiratif datang lagi dari seorang biarawati Katolik, suster Gerard Fernandez. Kisah hidupnya yang unik dan berkesan.
Dia yang awalnya adalah seorang guru TK, memutuskan untuk meninggalkan profesinya dan memulai hidupnya membiara. Seperti apa kisahnya? Yuk, simak cerita selengkapnya.
#Masa kecil yang bahagia
Suster Gerard Fernandez dibesarkan dalam keluarga yang cukup mapan secara finansial. Ayahnya berprofesi sebagai seorang sekertaris kepala pengadilan.
Disamping hidupnya yang berkecukupan, orangtuanya pun mendidik suster Fernandez dan kesembilan sudaranya dalam ajaran Katolik yang kental.
#Meninggalkan profesi guru
Usai menamatkan pendidikannya, ia bekerja sebagai guru TK di Singapura. Tapi, pekerjaan itu tidak berlangsung lama.
Beberapa saat setelah menjalankan aktivitasnya sebagai tenaga pengajar, ia berkenalan dengan suster-suster Gembala Baik atau yang biasa akrab disapa Suster-suster RGS (Religious of the Good Shepherd).
Sejak pertemuan itu, ia akhirnya tahu bahwa para suster Gembala Baik ini konsen menangani wanita dan remaja yang bermasalah, seperti masalah narkoba, prostitusi, dan lainnya.
Para suster ini juga menyediakan rumah bagi sejumlah perempuan yang hidupnya terbilang berantakan. Melihat itu, hatinya tersentuh dan prihatin.
Sejak saat itu, timbul keinginan untuk meninggalkan kehidupan awamnya. Ia ingin lebih konsen menolong dan mendampingi perempuan-perempuan itu.
“Di tempat penampungan, saya melihat beberapa gadis remaja, dan di wajah mereka terpampang kesedihan. Saya berkata pada diri sendiri: ‘Di sinilah saya ingin bekerja, dengan gadis-gadis seperti mereka,” ujar suster Gerard Fernandez kepada straitstimes.com.
#Didukung orangtua
Setelah membulatkan tekadnya, wanita yang kini berusia 81 tahun ini menyampaikan keputusannya pada kedua orangtuanya.
Di awal, ketika ia ingin menyampaikan pilihannya kepada orangtuanya, perempuan kini berusia 81 tahun ini sedikit dilanda keraguan. Takut, kalau-kalau tak mengantongi restu ayah dan ibunya.
Ternyata, keraguan itu salah. Dirinya justru didukung penuh oleh keluarga. Tepat pada 19 Mei 1956, ia resmi masuk biara RGS dan memulai kehidupannya yang baru sebagai seorang biarawati Katolik di usianya yang masih sangat muda, 18 tahun.
“Orang tua saya adalah orang tua yang paling murah hati dan penyayang; iman saya berasal dari mereka,” tutur suster Gerard, seraya menjelaskan bahwa dua saudara perempuannya juga biarawati Fransiskan.
#Perjuangan hidup membiara
Suster Gerard Fernandez mengakui bahwa menjalani kehidupan dalam biara tidak mudah. Ada begitu banyak tantangan yang harus dihadapi.
Salah satunya, adalah rasa kangen. Rasa kangen dengan keluarga ketika tiba hari raya Natal. Suster Fernandez mengakui bahwa masa-masa awal adalah masa yang sulit.
“Saya berasal dari keluarga yang sangat dekat satu sama lain. Kadang saya sangat merindukan mereka. Ada saat-saat ketika saya sangat ingin pulang.
Pada hari Natal khususnya, saya merasakan kesepian dan saya mulai menangis di kapel. Jauh dalam lubuk hati saya bertanya, apa yang sebenarnya saya inginkan.” Ujarnya, sambil mengenang masa-masa sulit itu.”
#Bertugas di Jakarta
Misi pertamanya setelah resmi menjadi biarawati, dimulai tahun 1962. Dari Singapura, ia diutus ke di Jakarta untuk bertugas selama 4 tahun. Saat itu, aktivitas utamanya adalah menangani remaja-remaja yang bermasalah akibat pergaulan bebas.
Di Jakarta, suster Gerard Fernandez bahkan ikut merasakan kerusuhan di Indonesia saat itu dan juga insiden Lubang Buaya pada tahun 1965.
“Pekerjaan itu memuaskan tetapi kadang-kadang mengerikan karena kekacauan politik yang mengguncang Indonesia saat itu. Itu adalah pengalaman yang menakutkan,” kenangnya.
#Melayani dengan cinta
Dari hari ke hari, kecintaan dan perhatian suster Gerard kepada perempuan-perempuan yang bermasalah secara mental semakin bertambah.
Pada tahun 1970-an, ketika penyalahgunaan narkoba merajalela di Singapura, suster Gerard, yang sudah menjadi penasihat, menghadiri lebih banyak kursus konseling dan rehabilitasi yang diadakan oleh Asosiasi Anti Narkotika Singapura dan mulai intens mendampingi para pecandu narkoba.
Karena kecintaannya yang luar biasa itu, suster Gerard bersama dua rekannya, Pastor Brian Doro dan Pastor Patrick John O’Neill mendirikan Pelayanan Penjara Katolik Roma (Roman Catholic Prison Ministry).
Yayasan ini bertugas untuk mendampingi para pengguna, pengedar narkoba dan sejumlah narapidana yang divonis hukuman mati yang sedang mendekam di dalam penjara.
“Pada usia 36, saya berjalan dengan narapidana pertama saya saat ia hendak di hukum mati. Saya tidak mengetahui panggilan itu, tetapi saya kira itu sudah lama tertanam di hati saya,” kata suster Gerard.
Pada tahun 1981, suster Gerard juga mendampingi tiga orang narapidana yang dijatuhi hukuman mati. Salah satu korbannya, Catherine Tan adalah bekas muridnya dulu.
Kasus ini sangat mengejutkan bagi suster Gerard, karena ia mengenal Catherine dan keluarganya sebagai pribadi yang baik. Akibat, pergaulan bebas, Catherine akhirnya salah dalam melangkah hingga nyawanya meregang di tiang gantungan.
Selama 6 bulan, suster Gerard berjuang untuk bisa berjumpa dengan Catherine. Hingga akhirnya muridnya itu membolehkannya untuk menjenguknya.
Sejak saat itu, selama 7 tahun ia rutin mengunjungi Catherine bersama suaminya, Adrian Lim, dan nyonya Hoe Kah Hong.
Pada tahun 1988 ketiga narapidana ini akhirnya menjalani hukum gantung. Menurut suster Gerard, ia mendampingi Catherine hingga akhir hidupnya. Dan itu benar-benar membuatnya merasa terpukul.
Usai menangani kasus ini, lebih dari tiga dekade, biarawati itu “berjalan” bersama 18 narapidana ke tiang gantungan.
Kadang-kadang suster Gerard menghabiskan malam panjang bersama mereka dalam doa. Korban-korban yang ia tangani, tidak semua berasal dari Katolik.
“Tidak semua dari mereka, adalah Katolik. Ada seseorang bernama Kumar, dia melakukan pembunuhan. Dia bilang dia melihatku melewati selnya dan mendengarku bernyanyi. Sehari sebelum dia digantung, dia meminta untuk bertemu dengan saya.”
“Dia berkata: ‘Besok pagi, saya akan melihat Tuhan dan ketika saya melakukannya, saya akan memberitahu Tuhan semua tentangmu’,” kenangnya dengan lembut.
Bagi suster Gerard, para korban ini memang bersalah, tapi mereka juga punya hak untuk hidup dan butuh bimbingan.
“Tetapi saya tidak akan melepaskan kesempatan untuk berada di sana bersama orang-orang ini. Ketika saya berjalan di sana, saya dapat melihat secercah harapan di mata mereka. Itu tidak datang dari saya, itu dari yang Ilahi,” ujar suster yang masuk dalam list BBC kategori “100 Perempuan Inspiratif” belum lama ini.
Mendampingi narapidana memang bukan pekerjaan mudah. Namun suster Gerard Fernandez dianugerahi cinta yang luar biasa dari Tuhan.
“Banyak yang bertanya kepada saya di mana saya mendapatkan kekuatan untuk melakukannya. Saya juga mempertanyakan diri saya sendiri. Itulah mengapa saya percaya ini adalah panggilan Tuhan.”
“Hati saya penuh cinta. Karena saya telah membuat sumpah kesucian, membebaskan saya untuk mencintai semua orang.” tambahnya sambil tersenyum.
NB: Ikuti kisah biarawati lainnya di akun youtube Katolik Pedia ya…