Katolikpedia.id – Orang Muda Katolik di bawah naungan imam-imam Dehonian mengadakan temu kangen di Paroki Cilandak, 25 November 2023.
Ini merupakan pertemuan ketiga setelah dua perjumpaan sebelumnya yang diselenggarakan pada Februari lalu di Paroki Antonius Bidaracina dan di Paroki Pamulang pada April lalu.
Pertemuan ini menghadirkan sekitar 150-an peserta dari tiga paroki, yakni paroki St Barnabas Pamulang, Paroki St Antonius Bidaracina dan yang terakhir, Paroki St Stefanus Cilandak.
Acara yang mengusung tema, “Bebas dalam Batas, Bergaul Ala Dehonian” ini didampingi oleh Romo Antonius Edi Prasetyo.
Romo Antonius Edi menyapa peserta dengan sangat antusias. Materi yang dibawakan imam SCJ ini benar-benar menyasar kehidupan Orang Muda Katolik zaman now. Ia hadir dengan berbagai pesan positif yang cukup menyegarkan ingatan para peserta yang hadir.
Romo Edi, begitu sapaan akrabnya, menyadarkan orang muda bahwa hidup bebas itu bukan berarti bebas melakukan apa saja, namun tujuan utamanya adalah kebaikan.
Mengapa Allah memberi kebebasan pada manusia?
Romo Edi mengajak orang muda untuk melihat lebih jauh makna ‘bebas’ yang diberikan Allah kepada manusia.
“Allah bermaksud menyerahkan manusia kepada keputusannya sendiri, supaya manusia dengan sukarela mencari pencipta-Nya. Allah adalah kebaikan tertinggi, maka kebebasan itu seharusnya mengarah kepada kebaikan,” jelas imam yang ditahbiskan pada 2019 lalu itu.
Namun dalam prakteknya, keputusan manusia terkadang tidak sejalan dengan maksud Allah. Banyak sekali kejahatan yang terjadi karena kebebasan yang diberikan Allah disalahgunakan oleh manusia.
“Allah tidak pernah menciptakan orang jahat. Kejahatan itu adalah pilihan manusia sendiri,” lanjutnya.
Cinta ala Orang Muda Katolik
Tiba pada hal yang paling dinanti-nantikan orang muda, yakni pembahasan seputar cinta ala orang muda Katolik. Sejalan dengan spritualitas Dehonian, yakni LOCORESA: Love, Compassion, Readiness, Sacrifice, Romo Edi merangkum sedemikian rupa pergumulan-pergumulan yang sering dihadapi orang muda dalam hal percintaan.
Romo Edi menekankan bahwa, cinta yang sesungguhnya adalah cinta yang memberi ruang bukan menghadirkan batasan dan obsesi.
“Cinta itu memberi ruang, bukan menghadirkan batasan. Cinta itu harus membuatmu bertumbuh, bukan sebuah obsesi yang menekan ruang gerakmu,” jelasnya.
Kebebasan seorang muda Katolik adalah kebebasan yang harus dibaluti kepedulian. Ia juga menggarisbawahi makna cinta yang perlu untuk direfleksikan orang muda dalam hal mencari jodoh.
Menurutnya, jika seseorang ingin mencintai, maka harus siap untuk berkorban. Cinta yang dimaksud di sini bukan melulu soal cinta untuk lawan jenis tetapi juga untuk keluarga, Tuhan dan sesama.
“Cinta tidak bisa dipisahkan dari pengorbanan. Cinta tanpa pengorbanan itu omong kosong,” pesannya.
Tidak sendiri, Romo Edi turut serta mengajak Ras Inggi, penyanyi reggae asal Kebumen yang juga seorang conten creator. Ras Inggi yang selama ini dikenal di medsos sebagai pria yang hampir seluruh tubuhnya dipenuhi tato, membagikan pengalamannya di hadapan OMK yang hadir.
Kekosongan dan Kebebasan tanpa batas
Ras Inggi tidak datang dari kalangan keluarga yang baik-baik saja. Pengalaman hidupnya yang penuh terjal, membentuk pribadinya sedemikian rupa hingga menghantarkannya pada pilihan untuk dibaptis menjadi seorang Katolik. Pengalaman jatuh bangun inilah yang dibagikan Ras Inggi kepada kaum muda.
Ras Inggi membuka sharingnya dengan berkisah sedikit seputar keluarga kecilnya. Ia berasal dari keluarga beragam. Ayahnya seorang Muslim, sedangkan ibunya seorang Katolik. Sewaktu SD, ia mengikuti keyakinan sang ayah.
Tiba pada suatu masa, ia benar-benar merasa diri bebas dan berhak melakukan apa saja tanpa memedulikan batasan-batasan yang seharusnya dipertimbangkan. Penyanyi yang kerap melantukan lagu-lagu rohani dalam bahasa Arab itu merasa bebas dan memilih untuk tidak menganut keyakinan apapun.
Karena ia beranggapan, “ketika seorang semakin beragama, orang tersebut semakin merasa diri suci.”
Namun ternyata kebebasan tanpa batas itu tak sepenuhnya menjamin kenyamanan dalam hati. Ada ruang kosong yang hadir di sana.
“Ternyata bebas itu juga ada kejenuhan dan kekosongan,” ujar penyanyi yang memiliki nama asli, Inggi Yudi Ariyadi.
Dengan penampilan yang sedikit berbeda, pria kelahiran 1994 itu bertanya dalam dirinya, “Apa yang bisa saya lakukan dengan penampilan saya seperti ini? (penuh tato).”
Untuk memenuhi kekosongan itu, ia mulai mencari jawaban. Banyak hal dilakukannya termasuk mencoba mencari jawaban di beberapa agama yang ia ketahui.
Nothing menjadi something
Pada suatu sore yang tanpa disengaja, langkah kakinya terhenti di depan sebuah Gereja Katolik di Kebumen. Tiba-tiba muncul keinginan untuk masuk.
Berawal dari sinilah, ia menemukan kenyamanan dan terus kembali ke tempat yang sama selama hampir seminggu. Namun, tak ada satu pun sapaan dari umat maupun imam.
Baru pada Minggu ke-2, ia disapa oleh Romo Kris, romo yang bertugas di gereja tersebut. Ternyata sapaan itu cukup mendatangkan kenyamanan. Perlahan, Ras Inggi mulai merasa dikasihi oleh Tuhan.
Dalam sharingnya, Ras Inggi sempat memberikan sebuah pandangan yang sedikit ‘berbeda’ tentang Yesus. Baginya, Yesus adalah seorang ‘pemulung.’
“Yesus adalah ‘pemulung’. Karena kalau bukan begitu, Yesus tidak mungkin mau memungut sampah seperti saya ini, didaur ulang, lalu dijadikan sesuatu yang sangat berharga. Yang awalnya nothing menjadi something,” ujarnya.
Menanggapi sharing Ras Inggi, Romo Edi menuturkan bahwa, “pengalaman mengasihi bisa mengubah seseorang.”
Ia lalu mengutip salah satu quotes, “setiap orang kudus punya masa lalu, setiap pendosa punya masa depan.”
Lewat quotes ini, Romo Edi ingin menggarisbawahi, bahwa kita semua adalah anak Allah, dan layak dicintai Allah, bahkan pendosa berat sekalipun, jika ia mencari Allah dan bertobat, Allah selalu membuka pintu maaf baginya.
Acara yang berlangsung dari pagi hari itu, ditutup pukul 17.00 dengan EKM (Ekaristi Kaum Muda) bersama di Gereja St Stefanus Cilandak, yang dipimpin oleh Romo Heru, SCJ dan Romo Edi, SCJ.
- Musik Etnik Jadi Musik Liturgi Gereja Katolik, Apa Bisa?
- LP3KN Menyusun Program Kerja 2025
- Tahun Yubileum sebagai Simbol Pembebasan dan Penghiburan
- Pesta Demokrasi dalam Pemilihan Ketua dan Wakil Senat Mahasiswa Kampus
- Lebih Dekat dengan Uskup Baru Keuskupan Surabaya