Katolikpedia.id – Dalam praktek hidup menggereja sering kali kita mendengar istilah Gereja-gereja partikular. Tulisan sederhana ini akan mengulas dengan singkat apa itu dan seperti apa Gereja-gereja partikular itu.
Ada tiga dokumen resmi Gereja yang bisa menjadi dasar pembahasan kita yakni dokumen Konsili Vatikan II Lumen Gentium (art. 23), Kitab Hukum Kanonik 1983 (kan. 368-374), dan Communionis Notio (art.7), tapi pembahasan akan terfokus pada KHK kita.
Tentang Gereja-gereja partikular KHK kita membahasnya secara spesifik pada kan.368-374. Kan. 368 menampilkan gagasan soal status eklesiologis dan yuridis dari Gereja-gereja partikular. Adapun bunyi dari kan.368 ini:
“Gereja-gereja partikular, dalamnya dan darinya terwujud Gereja katolik yang satu dan satu-satunya, terutama ialah keuskupan-keuskupan; dengan keuskupan-keuskupan ini, kecuali pasti lain, disamakanlah prelatur teritorial dan keabasan teritorial, vikariat apostolik dan prefektur apostolik dan juga administrasi apostolik yang didirikan secara tetap”. Dari kutipan kan.368 ini, kita bisa menarik keluar beberapa gagasan penting.
Pertama, tampilnya sebuah gagasan teologis yang mendalam: “in quibus et ex quibus una et unica ecclesia catholica exsistit” (in esse et a partire da esse), yang terjemahannya “ pada gereja-gereja partikular, dalamnya dan darinya terwujud Gereja katolik yang satu dan satu-satunya…”
Artinya Gereja katolik yang satu dan satu-satunya, terwujud terutama (IMPRIMIS) dalam keuskupan-keuskupan dan yang disamakan (ASSIMILANTUR) dengan keuskupan: prelatur teritorial, abas teritorial, vikariat apostolik, prefektur apostolik, dan administrasi apostolik.
Kedua, ungkapan kalimat yang disamakan dengan keuskupan pada kan.368 merujuk pada 3 Ordinaris (ordinariati) yakni ordinaris militer, ordinaris untuk umat Allah Anglikan dan Umat Allah dengan Ritus Timur. Termasuk di dalamnya juga prelatur personal.
Tiba di sini, kita diajak untuk melihat bersama apa yang dimaksud dengan keuskupan dan semua organisme lain yang disamakan dengan keuskupan.
Pertama: Keuskupan
Kan. 369 menegaskan bahwa keuskupan adalah “bagian dari umat AlIah, yang dipercayakan kepada Uskup untuk digembalakan dengan kerjasama para imam, sedemikian sehingga dengan mengikuti gembalanya dan dihimpun olehnya dengan Injil serta Ekaristi dalam Roh Kudus, membentuk Gereja partikular, dalam mana sungguh-sungguh terwujud dan berkarya Gereja Kristus yang satu, kudus, katolik dan apostolik”. Penjelasan lanjutan soal keuskupan dan Uskup-uskupnya akan disampaikan pada bagian tulisan lainnya.
Kedua: Prelatur Teritorial
Kan.370 menegaskan bahwa “prelatur teritorial atau keabasan teritorial adalah bagian tertentu umat Allah, yang dibatasi secara teritorial dan yang karena keadaan khusus reksanya dipercayakan kepada seorang Prelat atau Abas, yang seperti Uskup diosesan memimpinnya sebagai gembalanya sendiri”.
Dalam KHK 1917 istilah Prelatur Nullius, karena wilayah yurisdiksinya di bawah kuasa yurisdiksi uskup diosesan. Sedangkan KHK 1983 menggunakan istilah Prelatur Teritorial sebab digembalakan oleh seorang prelatus yang sama seperti seorang Uskup diosesan.
Sebelum Konsili Vatikan II cura pastoral-nya dipercayakan kepada seorang imam, tapi setelah Konsili Vatikan II cura pastoral-nya dipercayakan kepada seorang Uskup. Yang termasuk dalam kategori prelatur teritorial adalah: situasi atau tempat misi baru yang bisa saja dalam kasus kurangnya imam atau situasi spesifik tertentu di tempat misi itu, yang mana bisa saja dalam beberapa tahun atau dalam waktu yang cukup panjang akan menjadi keuskupan.
Atau situasi di mana terdapat tempat-tempat suci yang banyak dikunjungi para peziarah maka dipilihlah seorang prelatur teritorial dengan maksud untuk tidak mengganggu aktivitas pastoral dari keuskupan (misalnya di Italia ada 2 yakni: di Loreto dan Pompei).
Adapun hal lain yang terkait dengan prelatur teritorial ini misal, seorang Uskup prelatur teritorial bisa kemudian dipilih menjadi Uskup koajutor, auksilier atau Uskup diosesan di keuskupan lain. Dan Seorang Uskup prelatur teritorial juga jika situasi membutuhkan dan alasan cukup lainnya bisa didampingi oleh seorang Uskup koajutor yang kemudian menjadi suksesornya.
Ketiga: Keabasan Teritorial
Pada Kan.370 muncul pula istilah keabasan teritorial. Di sini ingin dikatakan bahwa seorang Abas memiliki kuasa teritorial yang sama sebagaimana seorang prelatur terkhusus untuk beberapa monasteri. Cura pastoral-nya dipercayakan kepada seorang Abas, yang pada awal sejarahnya tidak seharusnya seorang Uskup atau harus ditahbiskan menjadi Uskup.
Istilah abas teritorial mulai dikenal sejak diterbitkannya mottu proprio “Catholica Ecclesia” pada tahun 1976. Lalu pada tahun 2009, Paus Benediktus XVI menegaskan kembali posisi abas teritorial sebagai yang disamakan (equiparata) dengan Uskup diosesan dan menjadi bagian juga dari konferensi para uskup setempat.
Keempat: Vikariat Apostolik atau Prefektur Apostolik
Kan. 371§1 menegaskan bahwa “Vikariat apostolik atau prefektur apostolik adalah bagian tertentu umat Allah, yang karena keadaan khusus, belum dibentuk menjadi keuskupan, dan yang reksa pastoralnya diserahkan kepada Vikaris apostolik atau Prefek apostolik yang memimpinnya atas nama Paus”.
Vikariat apostolik atau prefektur apostolik adalah dua figur penting di daerah misi tertentu. Biasanya untuk misi yang baru atau yang sulit yang dimulai dengan satu kelompok imam atau religius tertentu. Dan juga belum menjadi atau dibentuk sebagai keuskupan karena berbagai alasan, misalnya: kurangnya imam, kemandirian secara ekonomi dan alasan-alasan mendasar lainnya. Sedangkan untuk cura pastoral-nya dipercayakan kepada seorang vikariat apostolik atau prefektur apostolik yang menjalankan kuasanya atas nama Paus.
Kelima: Administrasi Apostolik
Kan. 371§2 menegaskan bahwa “Administrasi apostolik adalah bagian tertentu umat Allah yang karena alasan-alasan khusus dan berat oleh Paus tidak didirikan menjadi keuskupan, dan yang reksa pastoralnya diserahkan kepada Administrator apostolik yang memimpinnya atas nama Paus”.
Boleh dibilang bahwa Administrasi apostolik adalah bentuk transisi di mana dengan harapan suatu saat akan dibentuk menjadi keuskupan, misalkan ada satu keuskupan yang dibagi/dimekarkan menjadi dua maka yang satu tetap tinggal sebagai taktha keuskupan dan satu yang lain menjadi bagian dari administrasi apostolik.
Atau dalam kasus lain seorang Uskup dari keuskupan lain bisa menjadi administrator apostolik untuk keuskupan lain karena alasan dan kasus yang berat, sebagai contoh beberapa tahun lalu Uskup Keuskupan Denpasar menjadi administrator apostolik untuk keuskupan Ruteng. Cura pastoral-nya dipercayakan kepada seorang Administrator apostolik.
Keenam: Prelatur Personal
Gagasan eklesiologis-yuridis Prelatur Personal pertama kali diperkenalkan oleh Konsili Vatikan II. Dekrit Konsili Presbyterorum Ordinis 10, menyatakan bahwa, di antara banyak institusi-institusi dalam Gereja dapat didirikan “diosis-diosis atau prelatura-prelatura personal yang khusus… menyebarkan karya-karya pastoral yang khas untuk bermacam-macam kelompok sosial, yang perlu dilaksanakan di kawasan atau negara tertentu atau di daerah manapun juga”.
Karena itu, Prelatur Personal adalah sebuah institusi dalam Gereja Katolik, yang didirikan oleh Takhta Suci untuk melaksanakan karya pastoral tertentu, untuk wilayah yang berbeda atau untuk kelompok sosial yang berbeda.
Pada 28 November 1982 oleh Paus Yohanes Paulus II, melalui Konstitusi Apostolik Ut Sit, Opus Dei diterima dalam Gereja sebagai Prelatur Personal di tingkat internasional.
Dengan dokumen ini pula Paus Yohanes Paulus II mengumumkan Statuta, yang merupakan hukum khusus kepausan bagi Opus Dei. Dan sejak saat itu hingga kini, Opus Dei menjadi satu-satunya Prelatur Personal yang ada dan dimiliki oleh Gereja.
Baca Juga: Opus Dei: Satu-Satunya Prelatur Personal?