Katolikpedia.id
Berita

Mengapa Para Kardinal Harus Mempunyai Gereja di Roma?

Gereja untuk Para Kardinal

Katolikpedia.id – Sebelum menjawab pertanyaan ini, akan ditampilkan sepintas tentang apa itu Kardinal dan tiga tingkatan yang ada pada kolegium Kardinal.

Kata Kardinal berasal dari bahasa Latin “Cardinale” (cardo) yang berarti engsel pintu (cerniera la porta : Italia). Kata kardinal dengannya merujuk pada sesuatu yang prinsipil.

Pada abad-abad awal, ada kebiasaan Paus memilih 25 orang imam untuk membentuk satu unit kerja sebagai penasihatnya. Dan 25 imam penasihat ini disebut dengan nama Kardinal. Dan kala itu, kata Kardinal penggunaannya masih sebatas pada gereja-gereja lokal di sekitar Roma.

Baru sejak Abad XII, kata Kardinal mulai digunakan sebagai gelar untuk uskup-uskup lain yang jauh atau diluar kota dari Roma.

Perbedaan pengunaan istilah soal Kardinal pun dapat kita temukan pada Kitab Hukum Kanonik. KHK 1917 menggunakan kata “senat” dari Paus untuk menyebut para Kardinal dan tugas para Kardinal dalam kodeks yang lama ini adalah mendampingi Paus sebagai penasihatnya (Kan. 230, KHK. 1917).

Sedangkan pada KHK 1983 (kan. 349-359), istilah yang dipakai bukan lagi “senat” tapi “kolegium khusus” (collegio peculiare) dengan tugas yang sama sebagai penasihat Paus. Sebagai penasihat Paus para Kardinal mempunyai fungsi utama (kan.349) yakni pertama, memilih Paus.

BACA: Paus Fransiskus: Kaki Saya Sakit…

Kedua, membantu Paus melalui dua cara: secara kolegial melalui konsistori dan secara singular melalui fungsi pemerintahan pada Kuria Romana (dikasteri-dikasteri atau lembaga-lembaga kuria Roma).

Sampai kini, kolegium Kardinal masih bertahan dalam tiga tingkatan: Kardinal episkopal (Uskup), Kardinal presbiteral (Imam), Kardinal diakonal (Diakon). Para kardinal tingkat episkopal, yakni para Kardinal yang oleh Paus diberi gelar Gereja Suburbikaris.

Untuk Kardinal episkopal itu sendiri, terbagi dalam dua jenis, yakni: para kardinal yang dipilih oleh Paus untuk salah satu dari tujuh Gereja di pinggiran kota Roma dan Batrik Gereja Timur yang diangkat ke dalam kolegium Kardinal (kan.350).

Tujuh Gereja Suburbikaris yang ada pinggiran dan mengelilingi Kota Roma itu, antara lain: Albano, Ostia, Porto dan Santa Rufina, Palestrina, Sabina dan Mentana, Frascati, dan Velletri.

Para Kardinal episkopal diangkat dan diberi gelar Gereja Suburbikaris untuk enam di antaranya; dan sebagai tambahan, Kardinal Dekan memegang gelar kehormatan untuk tahta keuskupan Ostia (kan. 350, §4).

Yang cukup menarik untuk menjadi catatan bahwa “para Kardinal yang telah dianugerahi Gereja suburbikaris atau suatu gereja di Roma sebagai gelar, setelah menerimanya secara resmi, hendaknya dengan nasihat serta perlindungannya memajukan kesejahteraan keuskupan-keuskupan dan Gereja- gereja itu, tetapi tanpa mempunyai kuasa kepemimpinan atasnya; dan dengan alasan apapun tidak boleh campur-tangan dalam hal-hal yang menyangkut pengurusan harta-benda, disiplin atau pelayanan Gereja-gereja” (kan.357§1).

Untuk Kardinal presbiteral biasanya diberi salah satu Gereja tituler di Roma; yang bisa dikatakan sebagai simbol paling jelas dari ikatan historis kolegium dengan Gereja Roma.

Dalam konsistori, para Kardinal presbiteral nantinya dapat memilih untuk berganti gelarnya, yang sudah tentu dengan persetujuan Paus. Seperti halnya para Kardinal episkopal, para kardinal tingkat presbiteral tidak memiliki otoritas pastoral-legal dalam gereja tituler mereka (kan. 357, §1).

Jumlah Kardinal tingkat presbiteral adalah jumlah terbesar dalam kolegium Kardinal meski sangat bervariasi sepanjang sejarah.

Sementara untuk para Kardinal diakonal, masing-masing oleh Paus diberi gelar atau diakonia di Roma (kan.350§2). Hubungan mereka dengan gereja tituler, sama halnya dengan hubungan kardinal-kardinal lainnya, yakni mereka tidak memiliki otoritas pastoral-legal pada Gereja tituler diakonianya (kan. 357, §1).

Para Kardinal diakon adalah juga pejabat kuria, yang mana sebelum tahun 1965 sering kali bukanlah seorang uskup. Tapi dalam konsistori dan dengan persetujuan Paus, mereka dapat mengubah gelar gereja “diakonia” tempat mereka ditugaskan; dan, setelah sepuluh tahun sebagai diakon kardinal, mereka dapat menjadi Kardinal kardinal.

Karena itu sampai disini, rupanya semakin mudah untuk menjawab pertanyaan mengapa para Kardinal baik pada tingkat episkopal, presbiteral dan diakonal harus mempunyai atau diberi sebuah Gereja tituler di Roma, alasannya agar mereka selalu ada ikatan dengan Gereja di Roma, yakni untuk lebih memperkuat ikatan mereka dengan uskup Roma, yang adalah Paus sendiri.

Sebagai contoh Kardinal kita, Ignatius Kardinal Suharyo, meski sebagai Uskup Keuskupan Agung Jakarta tapi dengan dikukuhkan sebagai Kardinal pada 5 Oktober 2019 lalu, beliau diberi sebuah Gereja tituler dengan nama: “La Chiesa dello Spirito Santo alla Ferratella”.

BACA JUGA: Doa Katolik Melawan Kuasa Gelap

Gereja ini adalah sebuah paroki yang didirikan pada 1 Desember 1981 dan dilembagakan untuk Gereja Tituler bagi para Kardinal oleh Paus Yohanes Paus II pada konsistori 28 Juni 1988.

Ditegaskan kembali bahwa pada tingkat praktis, para kardinal tidak berpartisipasi dalam kegiatan paroki sehari-hari, mereka juga tidak memiliki wewenang untuk menunjuk pastor atau membuat keputusan penting untuk paroki.

Bahkan, Gereja tituler ini lebih seperti rumah kedua bagi para Kardinal, yang selalu dipersilakan untuk merayakan Misa dan untuk kebutuhan kebutuhan spiritual lainnya.

Sementara itu secara historis, jumlah Kardinal telah bervariasi. Seperti Paus Sixtus V (1586), menetapkan jumlah para kardinal adalah tujuh puluh: enam Kardinal episkopal, lima puluh Kardinal presbiteral, dan empat belas Kardinal diakonal (kan. 231, § 1 KHK 1917).

Namun, sejak Paus Yohanes XXIII tidak ada jumlah maksimum, meskipun sejak Paulus VI hanya 120 yang dapat memberikan suara dalam pemilihan Paus.

Terbaru pada, 29 Mei 2022 yang lalu dengan tambahan terpilihnya 21 kardinal baru ini, maka jumlah Dewan kardinal akan menjadi 229 orang, dengan 131 orang di antaranya akan memiliki hak pilih.

Rupanya dengan jumlah angka ini cukup mewakili keuniversalan Gereja dalam proses pengambilan keputusan yang begitu sentral.

Berita Terkait:

Apakah Boleh Mengadakan Misa untuk Orang yang Bunuh Diri?

Dr. Doddy Sasi CMF

Benda Ronani yang Ada di Kapel Baru Universitas Atma Jaya Jakarta

Steve Elu

Kunjungan Sekretaris Jenderal Caritas Internationalis, Alistair Dutton

Redaksi
error: Content is protected !!