Katolikpedia.id
Berita Paus Fransiskus

Tentang Tahkta Uskup Lowong dan Pengunduran Diri Seorang Uskup

Takhta Lowong

Katolikpedia.id – Pada tulisan singkat ini, saya akan membahas tentang lowongnya tahkta Uskup. Dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK) kita, ada beberapa hal yang bisa menjadi penyebab lowongnya tahkta Uskup.

  1. Kematian Uskup diosesan, dan tidak ada seorang Uskup koajutor yang akan mengambil alih jabatannya secara teratur dan yang langsung menggantikannya (kan.409);
  2. Pengunduran diri yang diterima oleh Paus;
  3. Pemindahan;
  4. Pemecatan yang diberitahukan kepada Uskup itu sendiri (kan.416).

Selain itu, secara khusus, pada kan. 401 KHK menetapkan bahwa Uskup diosesan yang telah mencapai usia tujuh puluh lima tahun diminta untuk mengajukan pengunduran diri dari jabatannya kepada Paus dan Paus yang akan mengambil keputusan setelah mempertimbangkan segala keadaan.

Berkaitan dengan situasi pengunduran diri seorang Uskup dengan alasan usia ini, Paus Fransiskus kembali menegaskan dalam Surat Apostolik dalam bentuk motu proprio “imparare a congedarsi” (learn to take your leave), pada 12 Februari 2018.

Dalam motu proprio ini tertulis bahwa setelah mencapai usia tujuh puluh lima, para Uskup diosesan dan eparkial, serta mereka yang memiliki jabatan yang setara (equiparantur, equiparati), misalnya sebagai Uskup koajutor, Uskup auksilier ataupun Uskup tituler dengan tugas pastoral khusus, juga diminta untuk menyampaikan pengunduran diri dari jabatan pastoral mereka kepada Paus (art.1).

BACA: Paus Fransiskus Kembali Ubah Kitab Hukum Kanonik

Sekali lagi, pengunduran diri tersebut harus diterima oleh Paus, dan Paus yang memutuskan dengan menilai segala keadaan yang ada (art. 4). Setelah pengunduran diri diajukan, jabatan akan diperpanjang sampai penerimaan pengunduran diri dikomunikasikan kepada pihak yang berkepentingan (art.5).

Pertanyaan spontan yang bisa saja muncul adalah: apa status seorang Uskup bila pengunduran dirinya diterima oleh Paus? Kan.402 bisa menjadi rujukan untuk menjawab soal ini.

Kan.402 menegaskan bahwa bila pengunduran diri seorang Uskup dari jabatannya diterima maka ia akan mendapat gelar Uskup emeritus dari keuskupannya dan, jika dia menginginkannya, dapat tetap tinggal di keuskupan, kecuali dalam kasus-kasus tertentu karena keadaan khusus ditentukan lain oleh Takhta Apostolik (kan.402§).

Selanjutnya, Konferensi Para Uskup harus juga mengusahakan agar dijamin sustentasi yang pantas dan sesuai bagi uskup yang mengundurkan diri, dengan tetap mempertahankan kewajiban itu pertama-tama mengikat keuskupan yang telah diabdinya (kan.402§2).

Administrator Apostolik dan Wewenangnya

Merujuk pada kan. 419, berkaitan dengan takhta Uskup yang lowong, kepemimpinan Keuskupan, sampai dengan adanya Administrator Keuskupan, beralih kepada Uskup auksilier dan, jika ada lebih dari satu Uskup auksilier maka pengangkatannya diberikan kepada Uskup auksilier yang tertua.

Tapi jika dalam kasus tidak ada Uskup auksilier maka kepemimpinan keuskupan dipercayakan kepada kolegium konsultor, kecuali Takhta Suci menentukan lain dengan mengangkat seorang Administrator Apostolik.

Kepada Administrator Apostolik diberikan semua kuasa dan wewenang Uskup diosesan dan karena itu, ia sepenuhnya menjalankan tugasnya untuk kebaikan semua umat beriman yang dipercayakan dalam penggembalaannya.

Kemudian, dalam kasus lowongnya tahkta uskup ini maka jabatan yang ikut berhenti adalah jabatan Vikaris Jenderal dan Vikaris Episkopal (kan.481), serta fungsi dewan imam (kan.501§2) dan dewan pastoral (kan.513§2).

Namun, Administrator Apostolik dapat menetapkan, dalam bentuk yang didelegasikan, jabatan Vikaris Jenderal dan Vikaris Episkopal, sampai Uskup baru mengambil alih keuskupan, tetapi ia tidak dapat memperpanjang tugas dewan imam dan dewan pastoral, karena fungsi mereka dijalankan oleh kolegium konsultor.

Menutup ulasan singkat ini, saya tampilkan sebuah prinsip penting berkaitan lowongnya takhta Uskup. Prinsip ini bisa ditemukan pada kan.428 yang berbunyi: “apabila tahkta lowong tak suatu pun boleh diubah” (Sede vacante nihil innovetur).

Referensi:

L. Sabbarese, La Costituzione gerarchica della Chiesa universale e particolare. Commento al Codice di Diritto Canonico. Libro II, Parte II, Urbaniana University Press, Città del Vaticano, 1999.

Patrick Valdrini, Comunità, Persone, Governo. Lezioni sui libri I e II del CIC 1983, Lateran University Press, Città del Vaticano, 2013.

Berita Terkait:

21 Frater SSCC Yogyakarta Membarui Kaul Membiara

Redaksi

Ini 4 Tradisi Natal Unik Di Asia. Kamu Sudah Tahu?

Redaksi

Para Remaja Nyanyikan Lagu Gregorian di Pesparani III

Steve Elu
error: Content is protected !!