Katolikpedia.id
Berita

Cinta untuk Rumah-Mu Menghanguskan Aku

cinta-yesus-kepada-manusia

Katolikpedia.id – Cinta mengatasi segalanya. Ia mampu mengalahkan segala sesuatu. Ia dapat menggerakkan orang untuk menentang segala sesuatu yang bertentangan dengan  hakikat cinta itu sendiri.

Cinta mendorong orang untuk berani memberi demi kebahagiaan orang lain. Apa pun tak akan mampu memadamkan cinta sejati.

Makna Cinta Sejati

Seorang pengantin perempuan yang terjebak dalam kemacetan lalulintas akibat banjir di jalan raya, nekad meninggalkan mobilnya dan berjalan kaki di bawah guyuran hujan untuk menemui sang kekasihnya yang sedang menunggunya di pelataran kapel guna melangsungkan pemberkatan nikah suci.

Atau, seorang ibu yang rela menjadi tameng hidup bagi anaknya ketika sebuah truk hendak  menabrak anaknya yang sedang bermain di jalanan.

Atau, Romo Mangun tak pernah kenal kata menyerah dalam membela nasib rakyat kecil di Kedungombo, meski harus lebih banyak berurusan dengan pemerintah yang tak jarang menggunakan kuasa untuk menakut-nakuti keberaniannya.

Atau, dalam Perjanjian lama, Yonatan, Putri Raja Saul mati-matian membela Daud, sahabat sejatinya dari ancaman pembunuhan oleh ayahnya, sekalipun ia sendiri mendapat ancaman dari ayahnya.

Bukankan ini semua karena cinta? Cinta sungguh membakar jiwa seseorang untuk berjuang. Cinta membangkitkan keberanian orang untuk meronmbak segala sesuatu yang mapan, yang menghancurkan peradaban manusia. Dengan demikian, cinta membuat segala sesuatu menjadi baru.

Cinta sejati Yesus kepada manusia

Semasa hidup-Nya di Palestina, Yesus pun membuktikan bahwa karena cintaNya kepada Bapa dan manusia, Ia berani melakukan segala sesuatu, bahkan sampai mengorbankan diri-Nya.

Atas nama cinta, Yesus berani membuat pembaruan dalam segala bidang kehidupan Yahudi. Salah satunya, terlihat jelas dalam tindakan ‘pembersihan Bait suci’ sebagaimana diungkapkan dalam Injil hari Minggu ini.

Penginjil Yohanes mencatat bahwa ketika Yesus tiba di Bait Suci Yerusalem, hendak merayakan Paskah di sana, Ia mendapati pelataran Rumah Allah sedang ramai dengan aktivitas jual-beli.

Para pedagang binatang tengah menawarkan merpati, lembu, domba kepada orang Yahudi  yang akan mengadakan ibadat di bait suci itu. Binatang-binatang tersebut penting karena  akan digunakan sebagai bahan korban dalam ibadat di bait itu.

Sementara itu juga, para penukar uang tengah tawar menawar dengan umat tentang harga kurs untuk mata uang asing. Mengingat uang Romawi dan Yunani  dengan gambar kaisar atau dewa tidak diperkenankan dimasukkan ddalam kotak persembahan bait suci. Uang-uang itu harus ditukar dengan uang Yahudi. Itulah aktivitas harian yang telah berjalan sekian lama, guna  memperlancar peribadatan dalam bait suci Yerusalem.

Melihat hal itu, Yesus merasakan bahwa Bait Allah, rumah Bapa-Nya itu sedang dan telah dinodai oleh aktivitas yang menjijikkan. Menjijikkan karena tempat itu telah dijadikan sebagai lahan komersial yang dilakukan oleh para pedagang yang sarat dengan penipuan dan kelobaan.

Mereka menggunakan ‘topeng’ bait suci untuk mengeruk keuntungan demi pribadi. Umat yang hadir seakan terbius oleh adat-istiadat Yahudi yang sangat menekankan formalisme ibadat korban sebagai suatu keharusan yang tak boleh diabaikan.

Orang mengira bahwa dengan itu, hidupnya suci di hadirat Tuhan. Kurban bakaran dipandang sebagai sesuatu yang penting bagi kesucian diri, bukan ‘kurban batin’.

Karena itu, Yesus berusaha untuk menghancurkan aktivitas yang menjijikkan itu. Ia membuat cambuk dan mengusir mereka yang telah menodai kemurnian bait suci itu. Lihatlah, cinta-Nya yang luar biasa akan rumah Bapa-Nya mendorong Ia untuk berani memporak-porandakan kemapanan dan kemunafikan.

Injil mengungkapkan alasan Yesus berbuat demikian. “Jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan.” Kelihatannya, alasan komersiallah yang membuat Yesus marah besar dan bertindak demikian.

Namun, dalam tindakan yang berani itu, Yesus sesungguhnya menampilkan status kemesiasanNya yang mengantar zaman keselamatan dengan memperjuangkan tempat ibadat yang bersih, rumah kediaman Allah yang layak.

Ia membebaskannya dari praktik-praktik dagang yang hanya melayani kepentingan-kepentingan pihak tertentu, bukannya mengabdi kepada Allah. Ia melawan praktik-praktik penindasan terhadap rakyat jelata.

Tindakan ini didorong oleh api semangat yang berkobar-kobar membakar jiwa Yesus untuk mengembalikan kemurnian rumah Bapa-Nya. Di sini, terpenuhilah apa yang dikemukakan oleh Pemazmur, “Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan aku” (Mazmur 69:10).

Tindakan yang keras ini menghentakkan sekian orang yang ada di tempat itu. Orang mulai bertanya-tanya, “Siapa gerangan orang ini yang berani mengusir para pedagang dan penukar uang yang telah sekian lama ada di tempat ini?” Terhadap aksi yang ‘meresahkan’ itu, orang Yahudi mempertanyakan status-Nya dan menuntut tanda yang melegitimasi tindakan yang terbilang ‘miring’ itu.

Terhadap permintaan itu, Yesus memberikan satu jawaban yang membuat mereka semakin bingung. “Rombak Bail Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali.” Bagi orang Yahudi, ini merupakan suatu pernyataan konyol dan menggelikan hati.

Sebab, semua orang Yahudi, termasuk Yesus bahu bahwa Bait Suci itu dibangun dalam kurun waktu yang terbilang lama, yaitu 46 tahun. Lalu, mengapa Orang ini menyatakan bahwa akan membangunnya dalam jangka waktu yang sangat singkat, yaitu tiga hari.

Ketertutupan hati dan kepicikan pikiran membuat mereka berpandangan demikian sempit. Mereka hanya melihat Bait Suci sebagai bangunan fisik, tanpa menyadari Seorang pribadi yang telah berhadapan muka dengan mereka, yang adalah bait suci yang baru. Mereka salah sangka. Mereka kira Yesus berbicara tentang bait suci sebagai bangunan fisik.

Padahal, Yesus maksudkan adalah Tubuh-Nya.  Yohanes melihat Yesus sebagai Bait Allah yang baru, tempat kediaman di tengah umat-Nya. Perkataan Yesus ini diingat, dipahami, dan dipercayai oleh para murid-Nya setelah kebangkitan-Nya pada hari ketiga.

Kita lihat bahwa ingatan membawa orang kepada kepercayaan terhadap baik Kitab Suci maupun ucapan Yesus. Dalam hal ini, perkataan Yesus ditempatkan pada derajat yang sama dengan Kitab Suci dalam kepercayaan para murid.

Kisah kontroversial tersebut memiliki beberapa arti penting bagi kita. Pertama, ‘pembersihan kanisah’ bagi Yohanes merupakan suatu pewayuhan, yaitu bahwa pribadi Yesus menjadi tanda ‘akhir’ kehidupan adat Yahudi yang disimbolkan oleh kenisah, dan ‘awal’ kehidupan baru karena Allah tinggal dalam Bait Allah yang hidup, yaitu diri-Nya sendiri. Ini juga merupakan pemakluman Yeusu bahwa Ia sendirilah yang membangun Bait yang baru bagi umat-Nya.

Dengan itu, Kristus menjadi kediaman Allah yang baru di dunia, tempat Allah bersemayam di tengah umat-nya dan menyatakan diri-nya kepada mereka.

Kristus adalah tempat suci yang baru. Dalam Dia, orang beriman berkumpul untuk beribadat kepada Allah. Kedua, kisah di atas menunjukkan suatu semangat passing-over.

Yesus sebagai Bait Allah yang baru tidak mementingkan korban bakaran dan persembahan, namun hati yang suci, yang selalu mencari-Nya.

Pengusiran bahan korban dari Bait Allah bukan hanya guna menghindari perdagangan, melainkan juga pengusiran ‘isi’ korban: korban sembelihan dan korban bakaran dalam Perjanjian Lama. Sudah saatnya orang menanggalkan peribadatan lahiriah, dan beralih kepada peribadatan batiniah, yang menjadikan Yesus sebagai pusat ibadat hidup.

Cinta akan rumah Bapa-Nya mendorong Yesus untuk bertindak demikian. Cinta mendorong Ia untuk membuat reformasi total terhadap hakikat Bait Allah.

Cinta manusia kepada Yesus

Sehubungan dengan ini, bagi kita, segala bentuk praktik ritus dalam agama kita merupakan sarana yang menghadirkan Allah, sarana yang membantu kita untuk mencapai keselamatan.

Yang terpenting bagi kita, di dalam sarana-sarana tersebut, kita selalu menempatkan Yesus sebagai pusat ibadat hidup kita.

Kita menempatkan Dia dalam relung-relung hati kita lewat kesadaran kita bahwa diri kita pun adalah Bait Suci Allah (1 Korintus 3:16). Di sini, kita perlu semakin sadar bahwa iman kepercayaan kepada Kristus sebagai pusat kehidupan kita merupakan syarat untuk menjadi umat Perjanjian Baru.

Cinta yang telah Yesus Tunjukkan di atas mendorong kita untuk berani merombak “bait suci diri” kita yang lama, yang penuh kepalsuan, penipuan, kemunafikan, yang menjalin hubungan dengan Allah hanya sebatas intensi mencari keuntungan pribadi.

Kita rombak semua dengan semangat ‘mati’ bersama Kristus untuk membangun Bait Suci yang baru dalam diri kita. Kehidupan kita perlu dibingkai dengan kesadaran Bait Allah adalah kudus dan Bait Allah itu adalah diri kita.

Oleh: Bernardus T. Beding, Umat Paroki Kristus Raja Mbaumuku, Keuskupan Ruteng

Berita Terkait:

Dipisahkan Sejak Lahir, Anak Kembar Ini Akhirnya Sama-Sama Jadi Suster. Mengharukan!

Steve Elu

Berita Duka, Adik Ipar Kardinal Suharyo Berpulang

Redaksi

Tentang Pengunduran Diri Paus dan Istilah Emeritus. Kamu Harus Tahu!

Dr. Doddy Sasi CMF
error: Content is protected !!