Katolikpedia.id
Berita Buku Paus Fransiskus

Memahami Motu Proprio “Traditionis Custodes” tentang Misa Latin

Misa Tradisional Katolik

Katolikpedia.id – Pada 16 Juli 2021 Paus Fransiskus mengeluarkan sebuah Motu proprio “Traditionis Custodes” (Penjaga-penjaga Tradisi).

Dalam motu proprio ini Paus mengeluarkan pernyataan tegas atau lebih tepat disebut intervensi untuk membatasi kelompok Misa berbahasa Latin (Missale Romanum 1962) yang dinilai sangat eksklusif, menjauh dari Magisterium Gereja Katolik.

Motif pernyataan Paus dalam motu proprio ini jelas yakni untuk kesatuan Gereja. Bersama dengan Motu Proprio ini disertakan pula dengan sebuah surat dari Paus kepada para uskup.

Sebagai catatan awal bahwa Missale Romanum 1962 dipromulgasikan oleh Paus Yohanes XXIII. Misa dengan Missale Romanum 1962 ini sering dikenal dengan Misa Tridentin.

Misale ini sebenarnya sudah mengalami pembaruan sejak 1970 oleh Paulus VI. Pembaruan itu pun telah diteguhkan Yohanes Paulus II.

Namun Missale 1962 itu masih digunakan oleh kelompok-kelompok (baik imam dan umat) yang lebih memilih Misa dalam bahasa Latin. Praktik inilah yang sebenarnya diintervensi oleh Paus dalam Motu Proprio “Traditionis Custodes”.

Pada paragraf yang pertama dari dokumen ini, Paus Fransiskus menunjukkan bahwa para uskup merupakan prinsip dan dasar kesatuan gereja-gereja partikular. Karena itu, tujuan khusus dari dokumen ini adalah “pencarian terus-menerus untuk sebuah kesatuan dan persekutuan gerejawi”.

Dokumen ini harus ditafsirkan dengan cara yang benar-benar mendorong persekutuan gerejawi di antara umat beriman, imam dan uskup, dan tidak mempromosikan perasaan negatif dan ketidakpuasan di antara setiap anggota umat beriman kristiani yang terikat pada bentuk-bentuk liturgi tradisional.

Untuk lebih jelas memahami apa yang diinginkan dari motu proprio ini, mari kita lihat sepintas isinya.

Isi dan Analisa Dokumen

Pada artikel 1, dokumen ini berbicara tentang buku-buku liturgi yang dipromulgasi oleh Santo Paulus VI dan Yohanes Paulus II, yang menunjukan sebuah “ekspresi unik dari lex orandi Ritus Roma”. Dengan tidak adanya indikasi sebaliknya, harus disimpulkan bahwa status buku-buku liturgi ini tetap utuh.

Pada Artikel 2 ditegaskan bahwa para Uskup diosesan sebagai “moderator, promotor dan pemelihara seluruh kehidupan liturgi Gereja partikular”.

Tekanan dari artikel ini hanya ingin mengakui dan menegaskan bahwa para uskup mengatur kehidupan liturgi di keuskupan, yang juga mencakup penggunaan Misale Romanum pra-konsili, pengesahan dan penggunaannya termasuk pemberian wewenang kepada setiap imam untuk merayakan liturgi.

Artikel 3 dari dokumen ini memuat enam (6) paragraf. Dasar pertimbangan dan ketentuan artikel ini mengacu pada “Misale sebelum pembaharuan pada 1970”. Pada paragraf 1 menyatakan bahwa uskup harus memastikan “kelompok-kelompok yang ada tidak menyangkal validitas dan legitimasi pembaharuan liturgi sebagaimana ditegaskan oleh Konsili Vatikan II dan Magisterium Para Paus”.

Penegasan ini tepat karena sejalan dengan prinsip dasar pembaharuan liturgi, sebagaimana tertulis dalam Sacrosanctum Concilium 4, tetap bahwa “dalam ketaatan setia pada tradisi, Konsili suci menyatakan bahwa pandangan Bunda Gereja yang kudus bahwa semua ritus secara sah diakui memiliki hak dan martabat yang sama.

Gereja menghendaki agar ritus-ritus itu di masa mendatang dilestarikan dan dikembangkan dengan segala daya upaya. Konsili menghimbau agar bilamana perlu, ritus-ritus itu ditinjau kembali dengan saksama dan secara menyeluruh, sesuai dengan jiwa tradisi yang sehat, lagi pula diberi gairah baru, sesuai dengan keadaan dan kebutuhan zaman sekarang.”

Pada artikel 3, paragraf 2, menegaskan bahwa Uskup diosesan harus menunjuk satu atau lebih tempat di mana umat beriman yang mengikuti kelompok-kelompok ini (yang merayakan menurut Misa sebelum pembaharuan 1970) dapat berkumpul untuk perayaan Ekaristi, tidak berlangsung di gereja paroki dan tidak mendirikan paroki pribadi baru (…not however in the parochial churches and without the erection of new personal parishes).

BACA: Ayat Alkitab Ini Bisa Direnungkan untuk Menguatkan Keluarga Saat Hadapi Sakratul Maut

Pada artikel 3, paragraf 3 menunjukkan bahwa Uskup dapat menetapkan hari-hari di mana perayaan Ekaristi dapat dirayakan sesuai dengan Misale Romawi tahun 1962.

Dalam perayaan-perayaan ini, bacaan-bacaan diproklamirkan dalam bahasa daerah, menggunakan terjemahan Kitab Suci yang disetujui oleh masing-masing Konferensi Waligereja; Penegasan bacaan-bacaan dalam bahasa daerah ini sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Universae Ecclesiae 26: “Seperti yang ditetapkan dalam artikel 6 Motu Proprio Summorum Pontificum, bacaan-bacaan Misa Kudus dari Misale 1962 dapat diproklamirkan hanya dalam bahasa Latin, atau dalam bahasa Latin diikuti oleh teks dalam bahasa sehari-hari (daerah), sedangkan dalam Misa-Misa kecil lainnya, hanya dalam bahasa sehari-hari (daerah)”.

Paragraf 4 menegaskan bahwa uskup perlu mengangkat seorang imam yang layak dan bertanggung jawab atas perayaan dan pelayanan pastoral kepada kelompok-kelompok ini. Lalu pada paragraf 5 dan 6 dari artikel 3 ini menjelaskan bagaimana uskup harus secara positif membimbing pertumbuhan komunitas dan paroki-paroki personal dari kelompok-kelompok ini.

Para uskup harus mendorong pertumbuhan yang efektif dari komunitas dan paroki semacam ini. Dan tidak ada larangan keras bagi para uskup untuk mengesahkan konstitusi dari kelompok-kelompok baru. Bahasa yang dipakai dalam dokumen ini: para uskup “akan berhati-hati” untuk tidak mengesahkan konstitusi mereka.

Pada artikel 4 menetapkan bahwa para imam yang ditahbiskan setelah penerbitan Motu proprio ini, yang bermaksud merayakan dengan Misale Romanum tahun 1962, harus mengajukan permintaan resmi kepada Uskup diosesan yang akan berkonsultasi dengan Takhta Apostolik sebelum memberikan otorisasi. Tidak ada indikasi bahwa para imam yang baru ditahbiskan ini harus melakukannya, dan tidak ada indikasi sanksi yang akan mereka terima jika mereka tidak melakukannya.

Pernyataan pada artikel 4 ini adalah sebuah pernyataan imbauan, bukan pernyataan wajib. Demikian pula pada artikel 5 ditegaskan bahwa mereka yang ditahbiskan sebelum 16 Juli 2021 diharapkan untuk meminta ijin kepada uskup diosesan agar tetap merayakan menurut Misale Romanum 1962.

Sekali lagi, kedua nomor artikel ini harus dibaca sedemikian rupa sehingga, sesuai dengan tujuan yang dinyatakan dari motu proprio ini, yakni mendorong pertumbuhan dan pengertian yang positif dalam persekutuan antara para imam dan uskup mereka.

Pada artikel 6 ditegaskan bahwa tarekat hidup bakti dan serikat hidup kerasulan yang sebelumnya berada di bawah yurisdiksi Komisi Kepausan Ecclesia Dei sekarang berada di bawah yurisdiksi Kongregasi untuk Lembaga Hidup Bakti dan Serikat Hidup Kerasulan, dan pada artikel 7 ditegaskan kompetensi Kongregasi untuk Ibadah Ilahi dan Tata Tertib Sakramen, serta Kongregasi untuk Lembaga Hidup Bakti dan Serikat Hidup Kerasulan untuk bisa mengawasi pelaksanaan ketentuan-ketentuan ini.

Sedangkan pada artikel yang terakhir (art.8) dari motu proprio ini tampak cukup luas berkaitan dengan dicabutnya “aturan, petunjuk, perijinan, dan kebiasaan-kebiasaan sebelumnya yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam Motu Proprio ini”. Perlu ditegaskan kembali bahwa ketentuan dalam motu proprio ini adalah pembatasan. yang membutuhkan interpretasi yang ketat.

Sumber: Surat Apostolik dalam bentuk Motu Proprio “TRADITIONIS CUSTODES”, Paus Fransiskus, 16 Juli 2021 dan Ringkasan dari komentar-komentar atas Motu Proprio ini.

Berita Terkait:

Ini Tata Cara Berpuasa dan Berpantang Dalam Gereja Katolik

Steve Elu

Kisah Sedih Iringi Misa Tahbisan Imam Baru Keuskupan Atambua

Tiwie Pert

3 Kesalahan Umat Katolik Sebelum Misa, Pastikan Kamu Tidak Melakukannya!

Edeltrudizh
error: Content is protected !!