Katolikpedia.id
Berita Paus Fransiskus

Impian- Impian dalam Querida Amazonia, Eksortasi Apostolik Kelima Paus Fransiskus

eksortasi-apostolik-paus-fransiskus

Katolikpedia.id – Eksortasi Apostolik pasca-sinode “Querida Amazonia” (querida: yang tercinta; eksortasi ini dipublikasikan pertama kali dalam Bahasa Spanyol) memusatkan perhatian pada hak-hak orang yang paling miskin, kekayaan budaya, keindahan alam, pelayanan gerejawi kepada sesama. Kelangkaan imam? Dan perlunya semangat dan komitmen misionaris.

Paus Fransiskus menyebut semua itu dalam balutan kata “impian” (atau bisa juga kita gunakan kata “mimpi”). Paus menampilkannya dengan sangat menarik, lugas dan tajam dalam eksortasi apostoliknya Querida Amazonia.

Dalam Querida Amazonia ini, kata-kata Paus Fransiskus ditujukan untuk membantu “membangkitkan kepedulian terhadap tanah ini (terra amazonia), yang juga “tanah kita”. Soal yang didiskusikan pada “terra amazonia” bagi Paus menjadi representasi “totalitas” dan “locus teologis” yang mewajibkan Gereja untuk tidak melupakan bahwa apa yang terjadi tidak hanya di Amazon.

Dalam eksortasi apostoliknya yang kelima ini, yang ditandatangani pada 2 Februari 2020 dan dipublikasikan pada 12 Februari 2020 di Vatikan, Paus menanggapi dokumen terakhir Sinode Amazon, yang berakhir Oktober tahun lalu, dalam empat bidang: sosial, budaya, ekologi, dan gerejawi.

Melalui 111 poin dalam eksortasi Querida Amazonia ini, Paus menawarkan solusi konkrit dalam visi yang tepat waktu dan menunjukkan cara-cara bagi “terra Amazonia” dalam memperjuangkan hak-hak orang-orang miskin, masyarakat asli, paling tidak, di mana suara mereka didengarkan dan martabat mereka dipromosikan.

Querida Amazonia menjadi sebuah teks magisterial yang berisi juga dua belas ayat puisi dari penyair dan penulis Amerika Latin yang menjadi sandaran Paus untuk mendapatkan inti dari luka dan kontradiksi yang terjadi, situasi multinasional, multietnis, multikultural, dan multireligius dengan semua tantangan yang ada, yang akan dilihat dari sudut pandang eklesial.

Bagi komunitas-komunitas Kristiani yang kesulitan merayakan Ekaristi, magisterium Paus ini tidak membuat keputusan baru sebagaimana diusulkan dalam laporan akhir dokumen Sinode akan kemungkinan menganugerahkan rahmat imamat kepada diakon permanen.

Paus menyerukan tanggung jawab seluruh Gereja Katolik untuk mengirim misionaris-misionaris baru dan berkutat pada inkulturasi, sebagai jalan yang tepat bagi pembaruan gereja yang sejati dan pertumbuhan Gereja dengan iman yang berinkarnasi, yang dapat membangkitkan dan menemani sejak awal keterpanggilan asali (indigeni) saudara-saudari kita di “terra amazonia”.

Impian Sosial: antara ketidakadilan dan kejahatan

“Banyak pohon / tempat tinggal penyiksaan / dan hutannya luas / dibeli di antara ribuan pembunuhan” (n.9).

Dalam “mimpi” yang pertama ini, mengutip sebuah puisi dari Ana Valera Tafur, Paus dengan terang-terangan merujuk situasi dan kepentingan penjajahan kemarin terjadi dan hari ini sedang terjadi, yang menghancurkan lingkungan “secara legal dan ilegal”, dan yang telah mengusir dan mengepung masyarakat adat (asli-indigeni).

Paus mengatakan mereka terus melakukannya tanpa mengakui atau mengindahkan hak-hak mereka (masyarakat asli Amazonia): “seolah-olah mereka tidak ada, atau seolah-olah tanah tempat mereka tinggal bukan milik mereka”.

Lanjut Paus, kepada semua korporasi ekonomi, nasional dan internasional, yang telah menghancurkan Amazon “dan tidak menghormati hak masyarakat asli atas wilayah dan demarkasi mereka serta menghancurkan nasib hidup mereka”, Paus menyematkan nama yang tepat kepada mereka adalah: “ketidakadilan dan kejahatan” (n.14). Untuk “kejahatan keji” ini, seseorang harus “marah dan meminta pengampunan”.

Karena “tidak sehat kalau kita terbiasa dengan kejahatan dan sampai membiarkan hati nurani sosial kita pun terbius dengan kejahatan sementara” jejak kehancuran dan kematian membahayakan kehidupan jutaan orang sedang ada dan terjadi di sekitar kita” (n.15).

Impian akan sebuah kekayaan budaya

Bagi Paus, berbicara dan mempromosikan Amazon “tidak berarti menjajah budayanya, tetapi memastikan bahwa ia mendapatkan yang terbaik dari dirinya sendiri” (n.28). Setiap orang yang berhasil bertahan hidup di Amazon memiliki identitas budaya dan kekayaan unik mereka sendiri di dalam aneka alam multi-budaya.

Budaya Amazon juga seperti budaya urban di Barat punya keterbatasan dalam dirinya (n.36), yang juga menderita pemiskinan nilai-nilai akibat konsumerisme, individualisme, diskriminasi, dan ketidaksetaraan.

Untuk menghindari dinamika pemiskinan manusia ini, perlu untuk mencintai dan menjaga akar identitas budaya. Paus mengatakan, “Identitas dan dialog bukanlah musuh – identitas budaya seseorang diperdalam dan diperkaya dalam dialog dengan berbagai realitas (n.37).

Dialog menjadi salah satu cara otentik untuk melestarikan budaya. Tanpa dialog, budaya akan terisolir dan mengalami pemiskinan nilai. Karena itu, Paus asal Argentina ini, mengatakan: bukan maksud saya untuk mengusulkan indigenisme yang sepenuhnya tertutup, ahistoris, dan statis.

Karena alasan ini, minat untuk menjaga nilai-nilai budaya kelompok adat harus menjadi milik semua orang, karena kekayaan budaya indigine adalah juga kekayaan milik kita bersama (n.37).

Impian yang tak terpisahkan: ekologi manusia dan alam

Keseimbangan planet bumi ini juga tergantung pada “kesehatan” bumi Amazon (n.48). Memang persoalan Amazon yang dibicarakan tidak cukup hanya oleh kepentingan ekonomi lokal dan para politisi, tetapi juga oleh “kepentingan ekonomi internasional yang sangat besar”.

Tapi, bagi Paus, solusinya tidak datang “dari internasionalisasi” Amazon, tetapi tanggung jawab pemerintah lokal-nasional di sana, harus menjadi lebih serius” (n.50). Apa yang terjadi di Amazon, kata Paus Fransiskus, membuat kita memahami dengan lebih baik apa yang dikatakan oleh Paus Emiritus Benediktus XVI,: “di samping ekologi alam ada ekologi yang bisa kita katakan” ekologi manusia “, yang pada gilirannya memerlukan” ekologi sosial ” (n.41).

Kepedulian kepada ekologi manusia dan kepedulian terhadap ekosistem alam tidak dapat dipisahkan. Dan bagi Paus “untuk menjaga Amazon, adalah baiknya dengan menggabungkan kebijaksanaan leluhur dengan pengetahuan teknis kontemporer, sambil mempertahankan gaya kehidupan dan sistem nilai penduduk asli Amazon”.

Lebih lanjut pada bagian ini, Paus Fransiskus mengatakan bahwa “dengan belajar dari orang-orang asli, kita dapat merenungkan Amazon dan tidak hanya saja menganalisisnya, kita bisa menyukainya dan tidak hanya menggunakannya. Dan lebih dalam dan jauh lagi, kita bisa merasa bersatu secara erat dengan dengan mereka, dan kemudian terra Amazonia akan menjadi milik kita bersama sebagai seorang ibu.

Dalam ranah berpikir ini, Amazon akhirnya menjadi locus teologicus, tempat dan ruang di mana Tuhan sendiri memanifestasikan diri-Nya dan memanggil anak- anak-Nya “.

Baca Juga: Dokumen Hidup Bakti: Karunia Kesetiaan dan Sukacita Ketekunan

Untuk Gereja yang berinkarnasi

eksortasi-apostolik-paus-fransiskus
(Foto: P. Doddy)

“Gereja dipanggil untuk berjalan bersama orang-orang Amazon. Mereka memiliki hak atas pewartaan Injil dan bersama dalam pewartaan Injil itu”.

Akan hal ini, Paus Fransiskus menegaskan pentingnya proses inkulturasi yang harus tumbuh lebih dan lebih, dengan mengintegrasikan dimensi sosial dan spiritual yang ada (n.75-76).

Paus mengatakan, “jangan membenci apa pun yang sudah baik yang ada dalam budaya Amazon, tetapi kumpulkan dan membawanya ke kepenuhan dalam terang Injil.

Lebih lanjut kata Paus, “kami tidak terburu-buru” untuk mengatakan bahwa apa yang terjadi di Amazon memenuhi syarat sebagai takhayul agama atau paganisme atau sebagai ekspresi keagamaan tertentu yang muncul secara spontan dari kehidupan asali mereka (n.78).

Persepsi dan ekspresi sebuah simbol asali tidaklah harus membuat kita menyebutnya sebagai penyembahan berhala (n.79). Sebuah mitos yang dipenuhi dengan perasaan spiritual dapat dinilai dan tidak selalu dianggap sebagai kesalahan pagan.

Inkulturasi juga harus berkembang dan berefleksi secara inkarnatif dalam kepelayanan gerejawi (n. 81-90). Inkulturasi dalam aspek ini menuntut tanggapan “spesifik dan berani”.

Untuk memastikan bahwa orang-orang Amazon tidak kehilangan Ekaristi dan sakramen pengampunan, Paus menasihati semua Uskup, terutama Amerika Latin, tidak hanya mempromosikan doa bagi panggilan imamat, tetapi juga untuk menjadi lebih murah hati, mengarahkan mereka yang menunjukkan panggilan misionaris sehingga mereka memilih Amazon sebagai tempat yang gembira untuk bermisi.

Dan pada saat yang sama, Paus mengajak para uskup untuk meninjau secara menyeluruh struktur dan isi dari formasi awal dan formasi imam yang sedang berlangsung.

Kehidupan baru dan protagonisme kaum awam

Baca Juga: Resmi! Paus Fransiskus Tidak Terjangkit Virus Corona

Pada bagian ini, bagi Paus Fransiskus, bukan hanya soal “mendukung kehadiran lebih banyak dari Imam yang ditahbiskan untuk dapat merayakan Ekaristi”. Karena itu yang penting adalah bagaimana menciptakan kehidupan baru di masyarakat.

Dan untuk membangkitkan dan menumbuhkan kehidupan gerejawi yang baru, pertama-tama adalah dengan mempromosikan perjumpaan dengan Sabda Allah dan pendewasaan dalam kekudusan melalui berbagai pelayanan awam, yang mengandaikan adanya suatu proses pendewasaan-alkitabiah, doktrin, spiritual dan praktis-dan jalur formasi berkelanjutan “dan memungkinkan pengembangan budaya gerejawi awam yang nyata”.

Sebagai kesimpulan dari dokumen Querida Amazonia, tantangan Amazon menuntut Gereja “untuk mencapai kehadiran luas yang hanya mungkin melalui protagonisme awam yang tajam”, terutama kaum perempuan yang sebenarnya memainkan peran sentral dalam komunitas-komunitas di Amazon (n.99-105).

Mereka tetap mendapat akses dalam fungsi dan pelayanan gerejawi tanpa harus meminta atau bertanya untuk tahbisan suci. Dan Paus Fransiskus akhirnya menegaskan kembali bahwa untuk pelayanan ini “melibatkan stabilitas, pengakuan publik dan mandat dari Uskup”, sehingga kehadiran kaum perempuan memiliki dampak nyata dan efektif dalam pelayanan gerejawi dan masyarakat.

Untuk menutup ulasan sederhana ini, saya mengambil kutipan puisi yang juga ada dalam eksortasi apostolik ini: “Shadows float from me, dead wood. But the star is born without reproach over the expert hands of this child, that conquer the waters and the night. It has to be enough for me to know that you know me completely, from before my days” (PEDRO CASALDÁLIGA, CMF, “Carta de navegar (Por el Tocantins amazónico)” in El tiempo y la espera, Santander, 1986).

Ditulis oleh Pastor Doddy Sasi CMF, Imam yang sedang studi lisensiat Hukum Gereja di Universitas Lateran Roma, Italia

Referensi:

Eksortasi Apostolik Post Sinode Amazon “Querida Amazon”: ditandatangani pada, 2 Februari 2020 dan dipublikasikan pada 12 Februari 2020.

Artikel: Esortazione apostolica. I quattro sogni di Papa Francesco per l’Amazzonia (Stefania Falasca).

Berita Terkait:

Para Dosen Katolik Rayakan HUT Ke-4 IKDKI

Steve Elu

Menghadapi Pandemi dengan Meneladani Dokter Lie Agustinus Dharmawan

Redaksi

Bangga! Gereja Katolik di Qatar juga Melayani Misa dalam Bahasa Indonesia

Steve Elu
error: Content is protected !!