Katolikpedia.id
Berita Paus Fransiskus

Ditunjuk Paus Fransiskus Menjadi Kardinal Timor Leste, Mgr Virgilio: “Saya Merasa Tidak Layak”

Kardinal-Virgilio-da-Silva

Katolikpedia.id – Paus Fransiskus baru saja mengokohkan Uskup Agung Dili, Mgr Virgilio do Carmo da Silva menjadi Kardinal. Mgr Virgilio adalah putra Timor Leste pertama yang menjadi Kardinal untuk negaranya sendiri.

Pada kesempatan emas ini, Kardinal Virgilio juga menghadiri wawancara khusus yang dilakukan vaticannews.va beberapa waktu lalu.

Ada banyak hal yang disampaikan Kardinal yang baru berusia 54 tahun ini. Mulai dari perjalanan panggilan dan spiritualitasnya, hingga prioritas dan tantangan terpenting yang dihadapi Gereja Timor Leste saat ini. Berikut hasil wawancaranya!

Apa yang Anda lakukan ketika mengetahui bahwa Paus Fransiskus menunjuk Anda sebagai Kardinal? Menurut Anda, apa yang memotivasi penunjukkan ini?

Saya sedang bersama saudara-saudara saya di rumah retret ketika Paus Fransiskus mengumumkannya pada tanggal 29 Mei lalu. Tiba-tiba, saya mendapat telepon dari perwakilan Takhta Suci di sini di Timor Leste, dengan ucapan ‘Selamat!’.

Saya bertanya mengapa dia memberi selamat, dan begitu dia memberi tahu saya, kami langsung bersiap dan kembali ke Dili. Setelah itu, banyak panggilan dan pesan terus berdatangan dari umat, pemerintah, dan saudara-saudari seiman.

Sepanjang malam, perasaan tidak layak terus menghantui saya hingga pagi hari saat Misa Pagi. Dalam pergulatan batin saya untuk menerima “kehendak Tuhan”, saya menyadari bahwa ini adalah hadiah yang Tuhan berikan melalui Bapa Suci, untuk rakyat dan Gereja Timor Leste.

Ini bukan untuk saya, tetapi untuk umat Tuhan di sini di Timor Leste. Ini adalah momen nyata yang menegaskan identitas negara kecil di Asia Tenggara dengan populasi umat Katolik 96% ini.

Gereja Katolik Timor Leste, yang baru saja mencapai 500 tahun berdiri, dan negara yang baru saja merayakan 20 tahun kemerdekaan ini, layak mendapatkan hadiah ini.

Tradisi Katolik adalah elemen fundamental dari identitas nasional Timor Leste, dan seperti yang Anda sebutkan, negara Anda baru saja merayakan ulang tahun ke-20 kemerdekaannya. Anda adalah Kardinal Timor Timur pertama, apa arti pengangkatan seorang kardinal dari tanah kelahiran Anda bagi negara Anda?

Ini sangat berarti. Identitas Katolik di negara kami sangat gamblang. Sebagai ilustrasi, pada perayaan 20 tahun kemerdekaan kami, Parlemen Nasional mengadopsi Dokumen Persaudaraan Manusia yang ditandatangani oleh Paus Fransiskus dan Imam Besar Al Azhar di Abu Dhabi. Saya pikir kami mungkin negara Asia pertama yang melakukannya.

Adopsi Dokumen ini menceritakan dan menegaskan identitas orang-orang yang mayoritas beragama Katolik. Berita pengangkatan tersebut membawa kegembiraan dan kebanggaan yang besar bagi sebagian besar rakyat Timor Leste. Pemerintah Timor Leste juga mengirimkan tiga delegasi ke Konsistori.

Anda adalah seorang imam Salesian. Bagaimana Anda menemukan panggilan Anda untuk menjadi imam, dan mengapa Anda memilih untuk menjadi seorang Salesian?

Sejarah panggilan saya sangat sederhana karena ketika saya menyelesaikan sekolah dasar, saya ingin sekali melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah pertama, dan satu-satunya yang saya tahu adalah sekolah milik para Salesian.

Kedatangan saya disambut baik. Mereka menerima saya untuk tinggal dan belajar di sana. Secara bertahap saya mulai menemukan panggilan Salesian serta imamat saya.

kardinal-virgilio-da-silva
(Foto: Romo Polce SSCC)

Timor Leste adalah negara dengan penganut Katolik terbanyak kedua di  Asia, setelah Filipina. Negara Anda memiliki mayoritas Katolik lebih dari 96%. Apa tantangan pastoral yang paling mendesak dari Gereja di Timor Leste?

Sejarah Gereja Katolik di Timor Leste unik dan telah memberikan kontribusi terhadap tantangan yang kami hadapi. Bahkan jika evangelisasi pertama dimulai lebih awal dari abad ke-16, dan proses evangelisasi lambat, selama Perang Saudara 1975-1999, jumlah umat Katolik tumbuh secara dramatis dan cepat karena berbagai faktor politik, sosial dan ekonomi.

Pada tahun 2002, Timor Leste merdeka sebagai negara muda di Asia Tenggara dan dengan penduduk yang mayoritas Katolik.

Tugas Gereja Katolik selama dua dekade ini adalah berjuang untuk memberikan pendampingan yang baik, mengkonsolidasikan dan mendewasakan iman umat dalam masa transisi ini. Di tahun-tahun ini, kami harus membahas pembinaan dan pendidikan dalam iman.

Tantangan-tantangan ini perlu dihadapi. Kami harus memastikan bahwa mereka yang memberikan formasi memiliki kualifikasi yang baik, terutama di seminari-seminari. Kami harus membentuk umat awam dengan baik, terutama katekis dan relawan awam lainnya, untuk membantu kami memperdalam iman umat.

Para katekis harus memiliki formasi yang solid, dan penting untuk memberdayakan berbagai kelompok kategoris yang ada di setiap paroki. Sasaran dan prioritas pastoral kami adalah kerasulan terutama keluarga, anak-anak dan kaum muda.

Salah satu kebutuhan mendesak yang perlu kami perhatikan adalah kaum muda yanag meninggalkan negara kami karena kemiskinan dan pengangguran. Gereja masih mempelajari bagaimana memberikan bantuan kepada mereka yang jauh dari tanah air mereka.

Dua puluh tahun setelah kemerdekaan, Timor Leste masih berada di peringkat terbawah internasional dalam hal pembangunan ekonomi dan kesejahteraan. Menurut Anda, apa yang menghambat pembangunan negara Anda dalam 20 tahun terakhir?

Ada banyak faktor yang menyebabkan hal ini, tetapi yang paling bertanggung jawab adalah ketidakstabilan politik, terutama selama dua dekade sebelum memperoleh kemerdekaan kami. Situasi ini seringkali tidak meyakinkan investor untuk menanamkan modalnya di dalam negeri karena alasan keamanan. Covid-19 juga membawa rangkaian krisisnya.

Asia sangat beragam, tetapi bagaimana Anda menggambarkan keunikan Timor Leste di benua Asia dan Asia Selatan?

Keunikan Timor Leste di Asia, berbicara tentang satu pulau milik dua negara, Indonesia dan Timor Leste. Negara kami menjalin hubungan damai dengan negara tetangga kami, Indonesia.

Terlepas dari sejarah pahit kami di masa lalu, kami telah berdamai, memaafkan dan melupakan masa lalu kami, dan sekarang menikmati hubungan yang baik.

Sementara umat Katolik merupakan mayoritas di negara ini, kami menikmati hubungan baik dengan semua orang karena kami semua adalah anak-anak negara ini.

Paus terakhir yang mengunjungi Timor Timur adalah Santo Yohanes Paulus II pada tahun 1989, ketika negara itu belum merdeka. Apa arti kunjungan itu bagi orang Timor?

Kunjungan Paus Yohanes Paulus II ke Timor Leste merupakan hal yang unik dan sangat penting bagi masyarakat Timor Timur, karena beliau adalah Paus pertama yang mengunjungi negeri ini.

Sekarang tanah ini adalah negara baru. Kunjungan Paus saat itu merupakan momen untuk memanifestasikan kepada dunia bahwa ada komunitas orang-orang yang tinggal di sudut dunia ini yang mendambakan kebebasan.

Kunjungan Paus bukan hanya menjadi momen untuk menghidupkan iman masyarakat, tetapi juga momen harapan bagi rakyat Timor yang tertindas pada tahun-tahun itu.

Kata-kata Paus pada tahun-tahun itu ‘Kamu adalah Garam Dunia dan Kamu adalah Terang Dunia’ masih bergema di telinga banyak orang Timor-Leste saat ini.

Berita Terkait:

Diserang dan Pastoran Dibakar, Nyawa Imam Ini Tidak Tertolong

Edeltrudizh

Mengenal Karl Edmund Prier SJ yang Baru Dianugerahi Gelar Doktor HC

Steve Elu

Perbedaan Prodiakon dan Diakon dalam Gereja Katolik Indonesia

Dr. Doddy Sasi CMF
error: Content is protected !!