Katolikpedia.id – Beberapa pekan terakhir, media Katolik kita heboh oleh berita tentang Beato Carlo Acutis. Salah satu yang banyak diperbincangkan adalah tubuhnya tetap utuh meski sudah berada dalam kubur lebih dari 14 tahun.
Peristiwa jasad tetap awet itu, selain sebagai sebuah fenomena, ia juga jadi kesaksian iman bagi kita, terutama untuk kaum milenial.
Lantas, siapakah sosok pemuda yang tiba-tiba diakui dan diangkat jadi orang kudus dalam Gereja Katolik itu?
Mengenal Beato Carlo Acutis
Beato Carlo Acutis adalah remaja Katolik Roma. Ia lahir di London, Inggris pada 3 Mei 1991 dari pasangan Andrea Acutis dan Antonia Salzano. Masa kanak-kanaknya dilewati di Milan, Italia.
Di Milan, ia belajar untuk mencintai Tuhan secara utuh. Rajin menghadiri misa harian di gereja paroki santa Maria Segreta Milan dan menerima komuni pertama pada usia 7 tahun. Dibesarkan oleh para suster Marcelline selama menjalani Sekolah Dasar (SD) dan mendapat bimbingan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) milik para pater Jesuit.
Selama hidupnya, Beato Carlo Acutis mendedikasikan seluruh hidupnya untuk Gereja. Berkat keahliannya dalam bidang teknologi, informasi dan komunikasi membuat dia semakin mencintai Ekaristi.
Lewat website, carloacutis.com, ia mewartakan ke seluruh dunia segala aktifitas Ekaristi harian, doa rosario dan pelayanannya terhadap orang miskin.
BACA: Polemik Ucapan Selamat Natal Tidak Mengurangi Kebahagiaan Umat Katolik
Carlo Acutis meninggal pada 12 Oktober 2006 di Monza, Italia. Ia meninggal dalam usia 15 tahun akibat penyakit leukimia yang dideritanya. Ia dinyatakan sebagai yang mulia (venerabile) oleh Paus Fransiskus pada 5 Juli 218.
Kemudian pada 1 Oktober 2020 makamnya dibuka sebagai salah satu penghormatan sebelum gelar beatifikasinya pada 10 Oktober 2020.
Mencintai Ekaristi
Dalam webnya, carloacutis.com, ia menulis demikian: Eucharistia è la mia autostrada per cielo (Ekaristi adalah jalan tol saya ke Surga).
Bagi Carlo Acutis, Surga tidak hanya ditempati setelah kematian, melainkan dialaminya dalam hidup di dunia ini.
Ia merasakan indahnya Surga dengan menghadiri perayaan Ekaristi setiap hari, mendaraskan doa rosario, membantu orang miskin yang dijumpai di jalan-jalan dan memberi katekese kepada anak-anak dan orang muda.
Sebelum atau setelah perayaan Ekaristi berlangsung, ia selalu berhenti sejenak di hadapan tabernakel untuk berdoa kepada Tuhan yang benar-benar hadir dalam sakramen Mahakudus.
Kesetiaannya dalam menghadiri perayaan Ekaristi dan pengabdiannya terhadap Bunda Maria membuat dirinya dikagumi dan dicintai oleh banyak orang.
Ia pun bernubuat bahwa “Tujuan kita haruslah yang tak terbatas, bukan yang terbatas. Infinitas adalah tanah air kita. Kita selalu diharapkan untuk di Surga. Semua dilahirkan sebagai asli tetapi banyak yang mati sebagai fotokopi”.
Untuk mengarahkan diri kita pada tujuan ini dan tidak mati seperti fotokopi, maka kompas kita haruslah Firman Tuhan. Namun untuk tujuan setinggi ini, diperlukan sarana yang sangat khusus, yakni sakramen dan doa.
Pengalaman perjumpaan antara Beato Carlo dan Tuhan dalam Ekaristi kiranya menyentuh situasi kita saat ini, khususnya bagi orang muda. Orang muda kristiani hendaknya meneladani karya hidup beato Carlo dalam mewartakan Firman Tuhan.
Orang muda sebagai tulang punggung Gereja harus mencintai Tuhan yang bersemayam dalam sakramen Ekaristi.
Mencintai Tuhan tidak hanya sebatas mengakui-Nya dengan kata-kata, melainkan harus direalisasikan dalam kehidupan gereja setiap hari: Menghadiri perayaan Ekaristi setiap hari, berdoa rosario, memberi katekese dan membantu orang miskin.
Paus Benediktus XVI dalam Seruan Apostolik Sakramentum Caritatis mengungkapkan ha lini: “Kurban Misa dan adorasi Ekaristi menguatkan, menopang, mengembangkan kasih kepada Yesus dan ketersediaan untuk pelayanan gerejawi”.
Orang muda harus memiliki semangat untuk melayani Tuhan dalam diri orang-orang yang membutuhkan, mereka yang miskin, terlantarkan, anak-anak dan orang sakit. Orang muda harus memiliki prinsip dalam hidup sebagaimana dimiliki oleh beato Carlo: “Hidup bersama Yesus, untuk Yesus, di dalam Yesus.
“Saya senang mati karena saya telah menjalani hidup saya tanpa menyia-nyiakan satu menit pun untuk hal-hal yang tidak menyenangkan Tuhan”. Lanjutnya: “Saya telah mempersembahkan semua penderitaan saya untuk Tuhan, Paus dan Gereja.
Teknologi untuk Sarana Pewartaan
Carlo sangat berbakat untuk segala hal yang berkaitan dengan dunia teknologi, informasi dan komuniklasi. Singkatnya dengan keahliannya di bidang teknik komputer membuat teman-temannya, baik orang muda, anak-anak maupun orang dewasa menganggapnya sebagai seorang jenius.
Semua orang kagum dengan kemampuannya yang menguasai rahasia teknologi informasi dan komunikasi. Minat Carlo berkisar di pemrograman komputer, pengeditan film, pembuatan situs web, editor majalah, hingga menjadi sukarelawan bagi mereka yang paling membutuhkan, terutama bagi anak-anak dan orang muda.
Carlo meminta kita, khususnya kaum muda di zaman milenial ini untuk memberitakan Injil dengan hidup kita, sehingga kita masing-masing dapat menjadi mercusuar yang menerangi jalan orang lain. Media teknologi sebagai sarana pewartaan Firman Tuhan yang paling cocok di era milenial dan terutama di masa Covid. Situasi saat ini menuntut kita semua untuk mngusai teknlogi.
Dengan demikian semua komponen, baik anak-anak, orang muda maupun orang dewasa hendaknya meneladani cara penggunaan teknologi ala Carlo Acutis, yakni menjadikan teknologi sebagai sara untuk mencapai kekudusan.
“Benar bahwa dunia digital dapat membuat anda berisiko menarik diri ke dalam diri sendiri, isolasi, atau kesenangan yang hampa. Tapi jangan lupa bahwa ada anak muda yang kreatif dan terkadang brilian di bidang ini”.
Hal ini ditulis oleh Paus Fransiskus dalam Seruan Apostolik pasca-sinode kepada kaum muda Christus Vivit, buah dari Sinode 2018. Carlo Acutis direkomendasikan oleh Paus sebagai contoh kepada kaum muda agar menggunakan media teknologi secara sehat.
BACA JUGA: 14 Ayat Alkitab Tentang Amarah Ini Bisa Membantu Menenangkan Hatimu
Berkat kecintaannya pada teknologi, informasi dan komunikasi, ia membuat situs untuk menyimpan dan mempublikasikan mukjizat Ekaristi ke seluruh dunia sebagai ungkapan rasa kegembiraannya karena perjumpaannya dengan Yesus.
Salah satu ekspresi yang sering diulanginny: “Kesedihan adalah pandangan yang mengarah ke diri sendiri, sedangkan kebahagiaan adalah pandangan yang mengarah ke Tuhan”.
Inilah ekspresi dari iman yang kuat dan sejati yang dinikmati di bumi, dalam kepenuhan hidup seorang anak berusia lima belas tahun dengan hati yang terbuka kepada Tuhan.
Saya ke makamnya
Pada 8 Oktober 2020 kami sekomunitas Vokasionis, Roma-Italia ziarah ke makam Beato Carlo Acutis. Tepatnya di kota Assisi, gereja santa Maria Maggiore tubuh beato Carlo Acutis dibaringkan.
Selain kami, terdapat ribuan pesyarah lainnya turut memadati gereja santa Maria Maggiore untuk menyaksikan keutuhan tubuh Carlo Acutis dan memohon perantaraan doa lewatnya. Tubuh yang dimakamkan sejak 14 tahun yang lalu kini terlihat utuh dan tak ternoda sedikit pun.
Saya secara pribadi menyaksikan secara langsung tubuhnya yang terlihat utuh dan sama seperti seorang yang sedang berbaring. Kesan saya waktu itu merasa terharu dan bahagia karena bisa menyaksikan secara langsung mukjizat Tuhan yang sementara terjadi dalam diri Carlo Acutis.
Saya menyadari bahwa setiap kita berpeluang untuk menjadi orang kudus. Sebab Tuhan sejak awal penciptaan-Nya telah menjadikan kita kudus. “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya” (Ef.1:4).
Oleh karena itu, berkat beatifikasi yang diterima oleh Carlo Acutis pada 10 Oktober 2020 menjadi model bagi kita semua untuk meneladani contoh pelayanannya terhadap Tuhan dalam tubuh Gereja.
Dalam hidupnya ia sudah berkomitmen dengan mengatakan bahwa “saya tidak ingin pergi ke Api Penyucian; saya ingin langsung ke Surga”.