Katolikpedia.id
Berita

Pastor Doddy: Polemik Ucapan Selamat Natal Tidak Mengurangi Kebahagiaan Umat Katolik

polemik-ucapan-natal-romo-doddy-sasi

Katolikpedia.id – Natal memang hari raya besar Umat Kristiani. Tapi natal juga menjadi hari raya yang dirayakan di seluruh dunia.

Hampir dijumpai di seluruh pelosok dan sudut kota di dunia pasti ada saja sekelompok atau bahkan hanya segelintir orang yang merayakan natal dengan cara yang berbeda, tapi makna natal tetap sama.

Terlepas dari asal usul agama mana yang merayakan natal, saya cuma mau katakan bahwa makna natal itu universal. Natal itu sebuah momen perjumpaan.

Natal itu sebuah momen perjumpaan kekeluargaan. Ada sukacita. Ada kebahagiaan. Ada nilai cinta dan kasih yang mendalam disitu.

Sebelum melangkah lebih jauh mengulas tentang natal, saya mau tampilkan sepintas tradisi dan kebiasaan khas negara atau orang-orang Afrika, Amerika, Eropa dan Asia merayakan natal. Kita ke Afrika.

Tradisi Natal di Afrika

Di Afrika, kita catat mulai dari yang paling sederhana yakni ada ratusan idiom dalam dialek bahasa masing-masing untuk mengucapkan Selamat Hari Natal.

Ada juga pohon natal sebagai salah satu simbol khas natal, meskipun kadang-kadang bukan cemara, karena alasan iklim, maka pohon palem didekorasi seindah mungkin menjadi pohon natal.

Natal di Afrika biasanya bertepatan dengan akhir panen kakao, dimana para pekerja kembali ke keluarga mereka untuk berkumpul bersama. Ada juga kebiasaan bagi kaum muda yang berkeliling di jalan-jalan desa atau kota menyanyikan lagu-lagu dan nyanyian Natal.

Di negara-negara Kristen seperti Kenya dan Ghana, orang pergi ke gereja untuk menghadiri kebaktian keagamaan. Di Afrika Selatan, Natal jatuh di tengah musim panas, jadi alih-alih Natal “klasik” dengan salju, tapi ada bunga-bunga khas musim panas digunakan untuk menghias rumah dan gereja.

Makan siang disajikan di luar ruangan, dengan kalkun, daging sapi panggang, nasi kuning, sayuran dan puding. Di Ghana dan Kongo, ada juga nasi dan pasta yang terbuat dari kentang, singkong atau jagung, fufu, polenta, dan daging-dagingan.

Tradisi Natal di Amerika

Di Amerika Serikat, natal dirayakan hampir mirip dengan tradisi Eropa. Pohon Natal menjadi simbol menonjol yang melambangkan natal di Amerika.

Simbol lain, yang selalu ada adalah Santa Claus dengan berbagai aksesoris khasnya. Makan malam natal tradisional adalah kalkun panggang dengan sayuran dan saus, dan makanan penutup yang khas adalah puding natal dengan saus.

Di Amerika Selatan tradisi sangat mirip dengan Amerika Utara. Di Bolivia, misalnya, natal bertepatan dengan festival panen karena itu ada juga kesempatan untuk berdoa kepada Ibu Pertiwi pemberi rejeki untuk kehidupan.

Sedangkan di Brazil yang bisa ditemukan bukan kebiasaan membuat pohon natal, tetapi adegan kelahiran natal.

Tradisi Natal di Eropa

Kalau di Eropa, perayaan natal punya tradisi, adat istiadat, dan kepercayaan yang kuat. Pesta natal ini memiliki nilai historis religius (agama) yang kuat yang karenanya, di samping simbol-simbol natal klasik, Santa Claus dan pohon natal, kandang natal juga hampir bisa dijumpai di setiap gereja atau sudut kota.

Dari sisi yang agak sekuler, aktivitas khas yang dilakukan selama liburan natal adalah pergi ke bioskop untuk menonton film natal atau bernyanyi dan memainkan nyanyian pujian dan lagu-lagu natal.

Kalau kita pernah ke Italia dan Spanyol, kita menyaksikan adegan kelahiran Yesus, sebuah pemberitaan ulang kelahiran yang populer dan sugestif.

Di Spanyol juga, misalnya, anak-anak juga menerima hadiah natal pada 6 Januari (Hari Raya Epifani), sekaligus menjadi tanda berakhirnya liburan natal.

Tradisi Natal di Asia

Kita bergeser agak jauh ke Asia. Jepang dan China bisa menjadi contohnya. Natal juga dirayakan di Jepang meski bukanlah hari libur nasional. Yang menarik Santa Claus versi Jepang adalah dengan figur seorang biarawan Budha.

Selama periode Natal, orang Jepang biasa menghiasi rumah mereka dengan tanaman hijau. Mereka yang tidak bekerja biasanya menjadi sukarelawan di rumah sakit, bersama orang tua dan anak-anak.

Kebiasaan mengucapkan selamat natal disana adalah sesuatu yang wajar. Di Cina, perayaan natal bisa kita jumpai di kota-kota besar, seperti Shanghai dan Beijing. Di sini anak-anak biasanya membuat “pohon cahaya”, pohon natal asli yang dihiasi dengan lentera Tiongkok klasik.

Ulasan di atas bisa saja ada yang keliru sesuai dengan keterbatasan penulis. Menjadi lebih menarik jika apa yang kurang bisa ditambahkan oleh teman-teman pembaca. Dan untuk sedikit meringkas uraian panjang diatas, saya mau katakan bahwa natal itu kaya akan nilai kehidupan. Natal itu kaya akan nilai kekeluargaan.

Hampir semua negara yang disebutkan di atas menjadikan ucapan selamat natal sebagai hal manusiawi yang sangat-sangat normal. Ungkapan kekeluargaan dengan makan bersama juga menjadi momentum paling indah dalam merayakan natal. Natal itu unik tapi universal nilai-nilainya.

Polemik Ucapan Natal di Indonesia

Kita ke Indonesia, Tanah Air tercinta. Pengalaman sejak masa kecil memberanikan saya untuk mengatakan bahwa perayaan natal di Indonesia dirayakan dengan sederhana, meriah, aman dan baik sebagaimana di negara-negara lain.

Meski kadang ada tensi minoritas- mayoritas, tapi umat Kristen masih merasa “nyaman” merayakan natal. Namun, beberapa tahun terakhir ini, kenyamanan itu seolah sedikit terusik (meskipun umat Kristen sendiri tidak merasa terusik) dengan diskusi atau debat soal boleh tidaknya memberi ucapan selamat natal.

Saya secara pribadi tidak mau letakkan ulasan ini dalam ranah doktrin aliran tertentu tapi lebih sebagai sebuah ulasan praktis hidup harian dalam kaitan dengan ucapan selamat dan natal.

Bagi saya, sebuah ucapan selamat itu ada dalam ranah “common sense” yang tidak diajarkan pun orang sudah akan tahu untuk bagaimana menghargai dan menghormati sesama yang lain. Secara sederhana saya tampilkan satu-dua-tiga contoh kecil.

Pertama, misalkan ada seorang tetangga kita yang baru saja melahirkan seorang anak. Ada kebiasaan baik dari kultur ketimuran kita yakni dengan mengunjungi dan memberi ucapan selamat.

Dengan memberi selamat tidak berarti bahwa anak yang baru dilahirkan itu menjadi anak kita tapi ada sukacita bersama. Ada berbagai kebahagiaan disitu.

Kedua, jika ada seorang tetangga atau teman kita yang merayakan ulang tahunnya. Ada 2 kemungkinan disini. Kita diundang atau mungkin tidak diundang.

Subyek yang berulang tahun pun tentu mengharapkan agar ia didoakan atau bahkan tidak mengharapkan apa-apa.

Umat Kristen yang merayakan natal akan merasa bersyukur kalau menerima dan mendapat ucapan selamat dari sesamanya. Tapi kalau tidak pun tentu saja tidak mengurangi kebahagiaan natal yang mereka rayakan. Karena itu, sesuatu yang agak aneh dan konyol ketika hanya sebuah ucapan selamat itu diperdebatkan.

Ketiga, ucapan selamat hendaknya ditempatkan pada posisinya sebagai hal yang wajar, normal, lumrah, manusiawi dan biasa dalam hidup harian kita. Saya lebih menganjurkan kadar dari sebuah ucapan selamat tidaklah harus masuk dalam ranah doktrin.

Karena itu yang menarik disini adalah bergerak dari konteks (praktis harian) ke teks. Perdebatan menjadi tidak selesai ketika kita bergerak dari teks (doktrin) ke konteks.

Akhirnya Selamat Natal saudara-saudaraku. Ingatlah, Natal adalah momen bertemu, sebuah perjumpaan: bukan hanya pengulangan sementara atau kenangan akan sesuatu yang indah. Natal lebih dari itu. Kita bertemu dan berjumpa dengan Dia yang lahir.

Kita bertemu dan berjumpa dengan sesama kita yang lain. Dan hadiah Natal yang paling berharga adalah kedamaian. Dia yang lahir adalah kedamaian sejati kita. Lahirnya mengetuk hati kita untuk memberi kedamaian, kedamaian jiwa.

SELAMAT NATAL…

Berita Terkait:

5 Alasan Mengapa Umat tak Boleh Meninggalkan Gereja Sebelum Misa Usai

Edeltrudizh

Tragedi Besar! Ribuan Pembaptisan Tidak Sah Karena Romo Salah Omong

Steve Elu

Selamat Jalan Pater Jan Olecki. Terima Kasih Atas Semua Pelayananmu Selama di Indonesia

Edeltrudizh
error: Content is protected !!