Katolikpedia.id
Berita Motivasi

Mengenal Iman Katolik James Foley, Jurnalis yang Dieksekusi Mati Kelompok ISIS

James-Wright-Foley

Katolikpedia.id – James Foley adalah seorang fotografer jurnalis asal Amerika Serikat yang sering memotret di daerah-daerah yang dikuasai kelompok ISIS. Sepertinya ada keberanian lebih dalam diri jurnalis Katolik ini.

Keberanian inilah yang membuat kelompok ISIS mengincarnya. Hingga akhirnya, James Foley tertangkap dan dipenjara. Kisah penangkapan James Foley viral di dunia internasional.

Banyak orang menyerukan pembebasannya. Selain disorot sebagai seorang jurnalis yang berjiwa besar, pria bernama lengkap James Wright Foley ini, juga dikenal sebagai pribadi yang religius.

Ia merupakan lulusan Universitas Marquette, salah satu universitas Katolik terbaik di AS, milik serikat Jesuit.

Berdasarkan kisah yang dibagikan keluarganya, keberanian seorang James tidak datang begitu saja. Imannya sebagai seorang Katolik dan doa-doanya yang menghadirkan ketangguhan itu.

Lalu, seperti apa perjalanan iman James Foley? Berikut, #Katolikpedia merangkumnya dalam beberapa poin:

#Penjara dan kekuatan doa Rosario

Menjadi fotografer jurnalis di daerah berkonflik adalah sebuah pekerjaan yang sangat beresiko. Tapi, bagi pria yang biasa disapa Jimmy ini sudah terbiasa dengan kondisi ini.

Pada 2011 lalu, ketika bertugas di Libya, ia ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara. Jimmy ditahan bersama rekannya, Clare Morgana Gillis, seorang jurnalis perempuan dan beberapa pekerja media lainnya. Mereka mendekam di tahanan militer Tripoli, ibu kota Libya.

Seperti yang kita ketahui, pekerjaan seorang jurnalis pada umumnya tidak sama dengan seorang militer, yang lihai dalam berperang. Kehadiran mereka di sana hanya untuk meliput kondisi di medan perang.

Namun, pekerjaan sejenis ini juga sama-sama mendatangkan bahaya. Informasi dan rahasia yang mereka peroleh itulah yang menempatkan mereka dalam bahaya. Mereka memang bukan militer, tapi nyawa tetap terancam layaknya seorang militer.

Di penjara, Jimmy benar-benar takut setengah mati. Begitupun rekannya, Clare yang saat itu sedang berada bersamanya dalam ruang tahanan yang sama.

Clare-Morgana -Gillis-dan-James-Foley
(Foto: theatlantic.com)

Untuk mengalihkan rasa takut, James mengajak Clare berdoa. Kepada Clare, Jimmy menceritakan kebiasaan keluarganya yang rutin mendaraskan doa Rosario.

“Clare dan saya berdoa bersama dengan suara yang sedikit keras. Rasanya melalui doa, kami lebih berenergi untuk mengatasi ketakutan dan harapan kami bersama. Dalam doa, kami seolah-olah sedang bercakap-cakap dengan Tuhan. Itu jauh lebih baik daripada berdiam diri dan sendirian.”

Dalam hati, ada keyakinan bahwa melalui doa Rosario, secara tidak langsung ia mengabarkan kepada ibunya bahwa dirinya baik-baik saja. Karena tak memiliki Rosario, James menggunakan buku-buku pada tangannya sebagai ganti manik-manik Rosario.

Baca Juga: Mukjizat! Suster Ini Sembuh Setelah Berkunjung Ke Lourdes

“Saya mulai berdoa rosario. Karena doa itulah yang sering didoakan oleh ibu dan nenek saya. Saya berdoa 10 x Salam Maria di sela-sela doa Bapa Kami. Butuh waktu lama, hampir satu jam untuk menghitung 100 kali Salam Maria di buku-buku jari saya. Dan itu membantu mengontrol pikiran saya agar tetap fokus”

Cerita penuh haru ini tertuang dalam surat Jimmy yang ditulisnya ketika berada dalam penjara di Libya. Dan mukjizat Tuhan terjadi.

Pada hari ke-18 dalam masa penahanannya, pria kelahiran 18 Oktober 1973 itu diperbolehkan untuk menelpon keluarganya.

Entah apa yang mengubah hati para penjaga, tiba-tiba saja ada seseorang yang datang menghampirinya sambil berujar, “Kami rasa, Anda mungkin ingin menelepon keluarga Anda”

Saat kalimat itu terdengar, James Foley tak henti mengucap syukur kepada Tuhan, sebelum akhirnya menelpon ke rumah. Berikut adalah percakapan mereka yang tertuang dalam suratnya:

orangtua-James-Wright-Foley
Orangtua James (Foto: dailymail.co.uk)

“Saya mengucapkan doa terakhir dan menghubungi ibuku. Ibuku menjawab telepon. “Bu, Bu, ini aku, Jim.”

“Jimmy, kamu dimana?”

“Aku masih di Libya, Bu. Saya minta maaf atas semua ini. Saya benar-benar minta maaf.”

“Jangan minta maaf, Jim,” pintanya. “Ah, Ayah baru saja pergi. Oh… Dia sangat ingin berbicara denganmu. Bagaimana kabarmu, Jim?” Saya mengatakan kepadanya bahwa saya mendapat makanan dan tempat tidur yang layak dan diperlakukan seperti tamu.

“Apakah mereka membuatmu mengatakan hal-hal ini, Jim?”

“Tidak, orang Libya adalah orang-orang yang cantik,” kataku padanya. “Aku sudah berdoa Rosario agar ibu tahu bahwa aku baik-baik saja,” kataku. “Apakah kamu tidak merasakan doaku?”

“Oh, Jimmy, begitu banyak orang yang mendoakanmu. Semua temanmu, Donnie, Michael Joyce, Dan Hanrahan, Suree, Tom Durkin, Sarah Fang telah menelepon. Kakakmu Michael sangat mencintaimu.”

Dia mulai menangis. “Kedutaan Turki berusaha menemuimu dan juga Human Rights Watch. Apakah Anda melihat mereka?” Saya bilang tidak.

“Mereka mengadakan acara doa untukmu di Universitas Marquette. Tidakkah kamu merasakan doa kami?” dia bertanya.

“Ya, Bu, saya merasakannya,” dan saya memikirkannya sejenak. Mungkin doa orang lain menguatkan saya, membuat saya tetap bertahan.

Petugas mulai memberi tanda. Saya mulai mengucapkan selamat tinggal. Ibu mulai menangis. “Bu, aku kuat. Aku baik-baik saja. Aku seharusnya sudah pulang saat adikku Katie wisuda,” yang tinggal sebulan lagi.

“Kami mencintaimu, Jim!” dia berkata. Lalu aku menutup telepon.

Setelah perjuangan panjang itu, fotografer lepas yang bekerja untuk surat kabar Stars and Stripes itu dibebaskan dan pulang ke AS.

Pria yang juga berprofesi sebagai seorang guru ini percaya, bahwa pembebasannya itu bukan murni keinginan ISIS, tapi berkat pertolongan Tuhan. Ia yakin, doa dari keluarganya, teman-teman dan orang-orang di luar sana yang menyelamatkan nyawanya.

“Doa adalah perekat yang memungkinkan kebebasan saya. Sebuah keajaiban jika dibebaskan dari medan perang. Tidak masuk akal dan tidak ada insentif nyata dari kelompok seperti itu untuk membebaskan kami. Tapi kebebasan itu terjadi karena iman.”

James-Wright-Foley
(Foto: ignationsolidarity.net)

Pengalamannya di Libya tidak mengekang tekad Jimmy untuk berhenti meliput di medan perang. Beberapa saat setelah bebas dari penjara, Jimmy kembali meliput di Suriah.

Saat meliput di Negara yang terletak di Timur Tengah itu, James kembali ditangkap oleh kelompok ISIS. Kejadian itu berlangsung pada 2012 lalu. Berbulan-bulan ia mendekam di dalam penjara. Siksaan dan hukuman kejam diterimanya.

Tidak sendiri, Jimmy ditahan bersama beberapa jurnalis lainnya. Namun di antara mereka, hanya dua orang yang dipilih ISIS sebagai korban untuk mengecam AS.

James Foley adalah salah satu wartawan yang ikut terbunuh. Setelah dipenjara hampir 2 tahun, ia akhirnya dieksekusi dengan cara yang brutal. Kepalanya dipenggal. Ia meninggal dunia di Suriah pada 19 Agustus 2014.

Baca Juga: Sedih! Perempuan Ini Nyaris Dihukum Mati Atas Tuduhan Penistaan Agama

#Ketangguhan Orangtua

Setiap orangtua pasti merasakan kesedihan mendalam ketika anaknya meninggal dunia. Sama halnya dengan orangtua Jimmy, Diane Foley dan John Foley.

Tapi keluarga ini benar-benar keluarga yang tangguh. Mereka tetap menghargai pilihan putranya. Bagi mereka, kematian Jimmy adalah bentuk pengorbanan yang tak ternilai.

Ketika mendengar kabar kepergian James Foley, mereka menghadiri misa di Gereja sebagai bentuk dukungan dan doa mereka untuk almarhum.

orangtua-James-Foley
(Foto: dailymail.co.uk)

Dan, sejak saat itu, keluarga ini tak pernah berhenti mendaraskan doa Rosario untuk Perdamaian dunia. Ini sebagai salah cara mereka untuk mengenang pengorbanan Jimmy.

#Didoakan Paus Fransiskus

Kabar kematian dan ketangguhan iman Jimmy, terdengar oleh Paus Fransiskus. Pemimpin tertinggi umat Katolik itu mengucapkan belasungkawa kepada keluarga Jimmy.

Secara khusus, Bapa Suci menelpon keluarganya dan menyampaikan turut berdukacita dan menguatkan keluarga itu dengan doa-doanya. Paus juga mendoakan mendiang James Foley.

#Pengorbanan yang tak ternilai

Mungkin kita bertanya, mengapa James Foley harus kembali ke medan perang? Bukankah ia tahu bahwa itu membahayakan dirinya?

Ketika dibebaskan dari Libya, seorang wartawan usatoday.com mewawancarai Jimmy tentang pengalaman pahitnya sebagai seorang jurnalis di medan perang.

James-Wright-Foley
(Foto: latimes.com)

Dalam percakapan tersebut, Jimmy menuturkan, bahwa ia sadar dengan segala resiko di balik pekerjaanya sebagai wartawan di daerah berkonflik. Namun ia ingin menjadi benih yang tumbuh di tanah yang baik, yang akan menghasilkan buah berlimpah. (bdk, Matius 13:23)

Bagi Jimmy, laporan-laporan yang ia berikan kepada media adalah bagian dari kontribusinya untuk mengabarkan kepada dunia luar, bahwa ada Negara lain yang masih terjebak dalam penderitaan.

Kisah James Foley juga diangkat ke layar lebar sebagai bentuk apresiasi yang tinggi atas perjuangannya. Film berjudul, “Jim: The James Foley Story” ini disutradarai oleh Brian Oakes, sahabat baik almarhum. Trailer film Jim: The James Foley Story bisa kamu nikmati di sini.

Pengorbanan James Foley sungguh luar biasa karena tidak semua orang bisa seperti dirinya. Yang perlu kita petik dari seorang James Foley adalah, ketangguhan imannya sebagai seorang Katolik.

Sama seperti keluarga Jimmy, mari luangkan waktu sejenak dalam keseharian kita untuk berdoa bagi perdamaian di dunia ini.

Berita Terkait:

Tersentuh! Paus Fransiskus Bawa Bunga dari Irak untuk Bunda Maria di Vatikan

Steve Elu

Ini Tips Mengaku Dosa yang Baik. Umat Katolik Harus Tahu!

Steve Elu

Paus Fransiskus: Perlu Ada Keterbukaan Satu Sama Lain dalam Membangun Keluarga

Edeltrudizh
error: Content is protected !!