Katolikpedia.id
Berita Keuskupan Agung Ende Motivasi OMK

Mengenal Vinsen Polli, Bruder SVD yang Mengikrarkan Kaul Kekal Tahun Ini

Bruder-Vinsen-polli-SVD

Katolikpedia.id – Serikat SVD tahun ini menuai tuaian yang banyak. Lima Bruder asal Serikat Sabda Allah atau SVD akan mengikrarkan Kaul Kekal pada 15 Agustus 2023. Salah satunya adalah Bruder Vinsen Polli, SVD. Sipakah dia?

Katolikpedia berkesempatan mewawancarai Bruder Vinsen terkait perjalanan panggilannya sejak awal hingga tiba pada momen untuk mengikrarkan Kaul Kekal.

Bagaimana awal memiliki ketertarikan untuk menjadi Bruder? Apakah benih panggilan ini sudah ada sejak kecil? Ataukah baru timbul setelah remaja?

Kalau bicara soal awal mula tertarik menjadi Bruder, tentu saya akan menjawab, saya “tidak pernah” tertarik untuk menjadi Bruder. (Hehehe…) Mengapa demikian? Karena saya sendiri tidak tahu apa itu Bruder.

Pengetahuan tentang hidup membiara atau klerus sangat terbatas. Saya hanya tahu bahwa kalau hidup membiara, maka yang laki-laki pasti akan menjadi Pastor dan perempuan pasti menjadi Suster. Padahal tidak hanya sebatas itu. Laki-laki bisa memilih kelompok sekulir (Bruder dan Frater Kekal). Ya… seperti itulah pengetahuan saya tentang hidup membiara di masa sekolah dasar hingga sekolah menenegah pertama.

Dan benih panggilan untuk hidup membiara memang tumbuh sejak kecil, namun mimpi saya adalah, menjadi pastor.

Apa yang melatarbelakangi Br Vinsen untuk memilih panggilan ini? Dan bagaimana tanggapan orangtua saat awal memutuskan untuk menjadi Bruder?

Tentu dilatarbelakangi oleh motivasi untuk menjadi Imam yakni merayakan Ekaristi, dan terinspirasi dengan kualitas-kualitas hidup (aspek kepribadian, rohani, akademik dan olahraga) dari para imam atau calon iman (Frater TOP) yang saya jumpai di paroki atau sekolah.

Selain itu keterlibatan dan kedekatan dengan para Imam dan Frater di Paroki juga turut memotivasi saya untuk menjadi seperti mereka nantinya. Namun, motivasi ini tentu dimurnikan dalam tahapan-tahapan formasi yang sudah dilewati sesuai dengan spiritualitas tarekat.

Setelah tamat SMP saya berusaha memahami kemampuan ekonomi orangtua dengan mengurung niat untuk tidak bersekolah di seminari, karena sepengetahuan saya, pendidikan menjadi Pastor atau Imam hanya ditempuh dengan bersekolah di seminari bukan sekolah umum. Cita-cita menjadi imam akhirnya pupus saat itu.

Namun, benih panggilan untuk menjadi pastor timbul lagi ketika saya duduk di bangku kelas III SMA. Saya lalu mengutarakan niat saya kepada orangtua. Mereka cukup kaget, dalam artian bahwa saya diberi kesempatan untuk menimbang (discerment) dengan melihat kondisi ekonomi keluarga. Konsep pemikiran orang tua saya waktu itu, untuk jadi pastor, kondisi ekonomi dalam keluarga harus mapan, sehingga orangtua berpikir bahwa saya tidak mungkin menjadi seorang Pastor dengan ekonomi keluarga seadanya.

Berkat motivasi dari wali saya ketika duduk di bangku SMA yakni Pak Demitrius Tamonob, akhirnya orangtua memberi restu.

Mengapa memilih menjadi Bruder, bukan seorang imam?

Awal mula benih panggilan saya adalah ingin menjadi Imam/Pastor. Sempat berjuang untuk menjadi bagian dari kongregasi CMF di Kupang, namun, keberuntungan tidak berpihak pada saya.

Sempat sedih dan putus asa. Tapi justru di momen inilah, Tuhan bekerja dengan cara yang luar biasa. Berkat bantuan dari tante saya, saya dihubungkan dengan SVD. Usai melewati proses seleksi berkas, saya resmi diterima dan boleh mengikuti formasi postulat di Ende selama setahun. Perasaaan bahagia menyelimuti karena keinginanan dan cita-cita masa kecil akan dimulai sebagai seorang postulat SVD.

Tiba di Ende saya disambut dengan suasana Biara dan kabar tak mengenakan. Ternyata postulat SVD di Ende adalah Postulat Bruder (bukan untuk calon imam). Dulu memang gabungan postulat Frater dan Bruder, namun Postulat Frater sudah dipisahkan.

Sejak saat itu saya menjalani hidup dan panggilan sebagai seorang Postulat Bruder SVD. Peristiwa ini tidak saya sampaikan kepada orangtua dan keluarga besar.

Mereka tahu bahwa selama 1 tahun saya menjalani panggilan saya sebagai seorang calon Imam. Dan ketika saya berlibur dan mempersiapkan diri untuk masuk Novisiat, saya disapa sebagai Frater baik di dalam keluarga maupun kerabat yang mengenal saya.

Orangtua dan keluarga besar baru tahu saya Bruder ketika Misa penerimaan jubah bagi Novis tahun kanonik di Biara Santo Yosef Nenuk, Atambua. Saya melihat respons orangtua dan keluarga tidak ada persoalan. Mereka sangat bahagia karena saya sudah berjubah.

Mereka tidak menuntut saya untuk jadi Pastor atau Bruder. Yang terpenting adalah hidup di Biara. Saat itu wali saya memang sedikit kesal dan meminta saya untuk refleksikan perjalanan panggilan saya dan bisa minta pindah Frater (calon Imam). Dan usaha itu saya lakukan tetapi tidak berhasil.

Mungkin ada yang bertanya demikian, mengapa saya tidak terbuka dengan orangtua soal identitas saya seabagai postulan Bruder SVD?

Saya sesungguhnya punya kecemasan bahwa bila saya sampaikan hal tersebut, pasti ada kekecewaan dan mungkin saya bisa diminta untuk tarik diri. Dan itu saya tidak mau karena saya punya kerinduan besar untuk hidup membiara.

Dalam refleksi pribadi, saya menemukan bahwa dinamika yang terjadi dalam proses awal panggilan merupakan cara Tuhan dalam memurnikan motivasi panggilan saya. Hakekat mengikuti Yesus bukan terletak pada status Bruder atau Imam tetapi lebih pada persembahan diri dan komitmen untuk mengikuti Yesus sesuai dengan nasehat-nasehat injil.

Dari Paroki Oeekam yang jauh di sana, apa yang melatarbelakangi keputusan Br Vinsen untuk memilih menjadi seorang Bruder SVD, ketimbang serikat lain?

Br-Vinsen-polli-SVD
(Foto: Br Vinsen)

Selain rekomendasi dari Tanta, saya secara pribadi mengenal SVD sudah sejak SMP. Sekolah SMP saya pelindungnya adalah, Santo Arnoldus Janssen yang merupakan pendiri Societas Verbi Divini (SVD) atau dalam bahasa Indonesia Serikat Sabda Allah.

Ditambah lagi, pastor yang berkarya di paroki saya, Paroki Hati Tersuci Maria Oe’ekam saat itu adalah, P. Yustinus Tegu Wona, yang mana merupakan seorang imam SVD.

Di sinilah saya mengenal SVD. Dan secara pribadi, keluarga saya juga sudah cukup mengenal para misionaris SVD yang sudah sejak lama bermisi di pedalaman Pulau Timor. Orangtua, kakek dan nenek saya sering berkisah tentang para misionaris SVD (orang Barat) yang pernah melayani di pedalaman Timor Tengah Selatan. Inilah yang menginspirasi saya untuk menjadi seorang SVD.

Selama perjalanan panjang hingga tiba pada momen kaul kekal ini, adakah hal paling sulit yang mungkin sempat mengguncang semangat panggilan atau mendatangkan keraguan? Bagaimana cara mengatasinya?

Berkaitan dengan pengalaman sulit sebagai calon biarawan misionaris, tentu saja “ada”. Ini tidak bisa disangkal. Pada tahun 2018 melalui sidang Dewan Provinsi SVD saya diminta untuk studi Bahasa Indonesia, tetapi ada kendala karena Ijazah saya yang tidak memenuhi syarat masuk kampus negeri.

Saya kemudian diminta lagi untuk Studi Filsafat di Ledalero, namun itu pun tidak tercapai. Dilema dan lagi-lagi putus asa. Saya sedikit kesal karena pada tahun 2017 sampai 2018 saya menjalani TOP (Tahun Orientasi Profesi) sebagai Wartawan Surat Kabar Harian Umum Flores Pos (Mass Media milik SVD) dan harapannya, saya distudikan sebagai Wartawan.

Namun, itu tidak saya gapai juga sehinggga saya harus mengubur mimpi saya dalam-dalam dan memutuskan studi profesi Guru dan mengambil jurusan Pendidikan Kimia di Universitas Katolik Widya Mandiria Kupang. Pengalaman itu sempat membuat saya down dan sempat berpikir untuk meninggalkan panggilan.

Namun pada akhirnya, saya sadar akan pilihan saya paling utama untuk hidup membiara adalah bukan tentang studi keahlian tetapi mempersembahkan diri untuk mengikuti Yesus secara penuh dan tanggung-jawab. Saya sadar juga bahwa serikat studikan saya sesuai dengan kebutuhan misi bukan sesuai dengan kemauan saya. Ini yang buat saya bangkit kembali dalam pergulatan saya dan berserah diri sepenuhnya kepada Tuhan kebutuhan misi.

Br-Vinsen-Polli-SVD-dan-anak-anak

Bagaimana perasaan Br Vinsen selama persiapan menjelang kaul kekal? Apakah ada ketakutan atau tekanan dalam diri sendiri dalam menghadapi tantangan di tahun sekarang maupun tahun-tahun selanjutnya?

Ada rasa takut, cemas. Pokoknya campur aduk. Berhadapan dengan situasi saat mejelang Kaul Kekal kadang timbul rasa bimbang dalam mengambil keputusan. Rasa takut karena setelah Kaul Kekal akan diutus sebagai misionaris dan jika berhadapan dengan daerah misi yang sulit: budaya politik dan juga bahasa.

Selain itu, kadang muncul rasa pesimis, apakah saya mampu dan menjalankan tugas yang diemban dengan penuh tanggung jawab?

Tetapi selalu ada momen di mana saya menemukan diri dan meyakinkan diri kembali bahwa saya harus optimis. Dalam refleksi pribadi melalui proses diserment saya berusaha untuk bahagia dan siap untuk menerima rahmat Tuhan dalam momen kaul kekal di mana saya akan mengikrarkan tri kaul kebiaraan: setia untuk selamanya.

Apa makna kaul kekal bagi Bruder Vinsen? Bisa gambarkan dalam tiga kata.

Saya memaknai sebagai: Setia, Taat dan Komitmen.

Sebagai seorang Bruder dari Paroki Oeekam, adakah pesan untuk Orang Muda Katolik di Paroki Oeekam, yang mungkin punya keinginan untuk bergabung menjadi Bruder SVD atau Imam SVD?

Untuk orang muda katolik dalam semangat keterlibatan kegiatan di Gereja bila merasakan suara panggilan Tuhan untuk mengabadikan diri secara total kepada Tuhan dan sesama sebagai Biarawan atau Biarawati, maka segera sampaikan kepada keluarga atau Pastor Paroki untuk mengikuti Yesus melalui kongregasi yang Anda pilih. Karena menjalani hidup dengan menerapkan pola hidup Yesus sebagai biarawan dan biarawati sangat indah dan pasti membahagiakan.

Berita Terkait:

Memprihatinkan! Patung Yesus Dirusak Orang Tak Dikenal

Steve Elu

Apa Arti Mencium Cincin Uskup Saat Bersalaman? Ini Penjelasannya!

Steve Elu

Paus Fransiskus pada Masa Adven I: “Tuhan Selalu Hadir dalam Kejadian Sehari-hari”

Edeltrudizh
error: Content is protected !!