Katolikpedia.id
Buku Motivasi

Ini Bagian Kitab Hukum Kanonik yang Diperbarui Paus Fransiskus

Paus Fransiskus Mengubah Kanon

Katolikpedia.id – Pada Selasa 1 Juni 2021 melalui Konstitusi Apostolik “Pascite Gregem Dei” (Gembalakanlah kawanan domba Allah, 1 Ptr 5:2), Paus Fransiskus menyetujui pembaruan Buku VI Kitab Hukum Kanonik, tentang Sanksi Pidana dalam Gereja.

Buku VI KHK kita ini hanya memiliki 89 kanon, dibandingkan dengan 220 kanon pada kodeks lama KHK 1917. Pada pembaruan yang sekarang ini jumlah kanonnya tetap sama yakni 89 kanon (1311-1399), hanya ada penambahan jumlah paragraf pada beberapa nomor kanon yang ada.

Ketetapan pembaruan ini akan mulai berlaku pada 8 Desember 2021 mendatang. Ada satu ajakan yang dikemukakan pada salah satu paragraf dari dokumen “Pascite Gregem Dei” ini yakni: ”…agar setiap orang dapat dengan mudah memahami ketentuan yang dimaksud…”, sebab “menaati disiplin sanksi pidana dalam Gereja adalah kewajiban bagi seluruh Umat Allah, yang mana tanggung jawab untuk penerapannya yang benar secara khusus dimiliki oleh para Gembala dan Pemimpin dari masing-masing komunitas.

Ini adalah tugas yang dengan cara apa pun tidak dapat dipisahkan dari tugas pastoral yang dipercayakan kepada mereka, dan itu harus dilakukan sebagai sebuah kebutuhan nyata yang tidak dapat dilepas dari cinta kasih, tidak saja terhadap Gereja, komunitas Kristen dan setiap korban, tetapi juga terhadap mereka yang telah melakukan kejahatan, yang membutuhkan belas kasihan dan penilaian dari Gereja”.

Pembaruan Buku VI KHK ini dikembangkan dalam konteks kolaborasi kolegial yang sangat luas dengan pertukaran saran, ide, gagasan dan pengamatan yang berkelanjutan, yang melibatkan sejumlah besar orang di seluruh dunia.

BACA: Tanyakan Dirimu: ‘Dalam Masa Sulit, Ke Mana Anda Mencari Penghiburan?’

Dari konsultasi tersebut, ada lebih dari 150 pendapat yang lengkap, yang kemudian disistematisasikan, didiskusikan bersama dalam kelompok-kelompok kerja, hingga skema baru yang diamandemen tiba dan jadi pada pertengahan tahun 2016.

Karena itu, Mgr. Filippo Iannone, Presiden Dewan Kepausan untuk Teks-Teks Legislatif, dalam konferensi persnya mengatakan bahwa: “…pentingnya mematuhi hukum untuk kehidupan gerejawi yang tertib… Revisi kanon-kanon disajikan hari ini, perlu dan sudah lama tertunda.

Revisi ini bertujuan untuk membuat norma-norma peradilan universal semakin cocok untuk melindungi kebaikan bersama dan umat beriman secara individu, dan juga untuk lebih disesuaikan dengan kebutuhan peradilan yang memadai dan lebih efektif. Konteks gerejawi hari ini, jelas berbeda dari tahun 1970-an, saat Buku VI itu disusun”.

Dalam kodeks baru ini tetap mempertahankan tiga tujuan penting dari sistem peradilan dan penerapan sanksi pidana dalam Gereja, yakni: memperbaiki sandungan, memulihkan keadilan dan memperbaiki pelaku pelanggaran.

Ketiga tujuan ini sebenarnya sudah ada pada Kan.1341:” Ordinaris hendaknya baru mengusahakan prosedur peradilan atau administratif untuk menjatuhkan atau menyatakan hukuman, hanya ketika ia menilai bahwa baik peringatan persaudaraan maupun teguran atau sarana-sarana keprihatinan pastoral lain tidak mencukupi lagi untuk memperbaiki sandungan, memulihkan keadilan dan memperbaiki pelaku pelanggaran”.

Isi dari kanon ini masih tetap ada dan tidak diubah dalam kodeks yang baru.

Kodeks baru ini juga memberikan semacam ‘hukuman’ baru, yakni dengan menampilkan daftar hukuman yang lebih rinci dan teratur yang memungkinkan otoritas gerejawi untuk mengidentifikasi dengan lebih efektif dan proporsional setiap pelanggaran hukum yang bersifat individual.

Kebaruan yang lain adalah soal adanya kemungkinan penerapan hukuman tidak saja untuk kaum tertahbis tapi juga untuk semua umat beriman.

Disebutkan juga dalam kodeks yang baru ini soal teks prinsip dasar praduga tak bersalah dan dan beberapa perubahan lain, untuk mendukung kesimpulan persidangan dalam jangka waktu yang cukup singkat.

Selain itu ada juga “tindak pidana” baru yang adalam revisi Buku VI ini. Disebut tindak pidana baru karena beberapa pelanggaran hukum yang dulu ada dalam KHK 1917, yang kemudian tidak diterima pada KHK 1983, kini bisa kita temukan dalam revisi kodeks yang baru ini.

Misalnya, soal praktek korupsi, soal pelayanan sakramen dari mereka yang dilarang untuk melakukannya, dan soal penyembunyian dari otoritas yang sah setiap penyimpangan yang berkaitan dengan tahbisan suci.

BACA JUGA: Urutan Doa Rosario yang Baku dalam Gereja Katolik

Beberapa kasus baru yang juga ditambahkan dalam revisi kodeks ini seperti pelanggaran soal rahasia kepausan; melalaikan kewajiban untuk melaksanakan hukuman atau keputusan pidana; melalaikan kewajiban untuk memberitahukan suatu kejahatan yang dilakukan; meninggalkan secara ilegitim (tidak sah) pelayanan yang dipercayakan.

Secara khusus kasus baru lain yang bisa kita temukan juga adalah soal pelanggaran patrimonial (harta benda) seperti pemindahtanganan aset gerejawi tanpa konsultasi yang diperlukan; atau pelanggaran soal harta benda yang dilakukan karena kesalahan atau kelalaian berat dalam pengelolannya.

Singkatnya bisa dikatakan bahwa kebaruan yang ada pada revisi Buku IV ini mulai dari soal pedofilia hingga pada soal pelanggaran pengelolaan harta benda (Patrimonio).

Menutup ulasan singkat ini saya mengutip kata-kata Paus Fransiskus: “tanggung jawab untuk penerapan hukum pidana yang benar terletak pada para Gembala. Dan dalam Gereja selalu ada belas kasihan tetapi juga ada saling koreksi.”

Berita Terkait:

Paus Fransiskus: Di Dalam Ekaristi Ada Kekuatan dan Cinta Yesus

Edeltrudizh

Hidup Bakti dan Sinodalitas

Dr. Doddy Sasi CMF

Coba Pikirkan Kembali Perilaku Onlinemu Selama Masa Prapaskah

Steve Elu
error: Content is protected !!