Katolikpedia.id
Berita Keuskupan Agung Merauke

Ini 5 Fakta tentang Mgr Mandagi, Uskup yang Dijuluki ‘Tokoh Perdamaian’

Uskup-Agung-Merauke-Mgr-Mandagi

Katolikpedia.id – Mgr. Petrus Canisius Mandagi, MSC adalah Uskup Agung Keuskupan Agung Merauke. Ia ditunjuk Paus Fransiskus sebagai Uskup Agung Merauke pada 11 November 2020 lalu, menggantikan Mgr Nicolaus Adi Seputra, MSC yang mengundurkan diri pada 28 Maret 2020.

Sebelumnya, Mgr. Mandagi adalah Uskup Keuskupan Amboina, Maluku. Ia berkarya selama 26 tahun di sana. Mgr Mandagi lahir di Minahasa, Sulawesi Utara pada 27 April 1949. Ia ditahbiskan menjadi imam pada 18 Desember 1975.

Sekilas tentang Mgr Mandagi

Sebagian umat Katolik mungkin hanya mengenal Mgr Mandagi secara garis besar. Bahwa ia adalah salah satu pemimpin Gereja Katolik. Namun faktanya, ada hal lain yang mungkin selama ini tak banyak diketahui umat Katolik pada umumnya.

Salah satunya, Mgr Mandagi kerap dijuluki ‘Tokoh Perdamaian’. Mengapa demikian? Temukan jawabannya dalam 5 fakta tentang Mgr Mandagi ini!

#Dipilih oleh Paus Santo Yohanes Paulus II

Mgr. Mandagi terbilang beruntung karena ia adalah salah satu Uskup Indonesia yang dipilih langsung oleh Paus Yohanes Paulus II yang kini sudah menjadi santo.

Ia dipilih sebagai Uskup Amboina pada 10 Juni 1994. Dua bulan kemudian 18 September 1994, ia menerima tahbisan Uskup dari tangan Uskup pendahulunya, Mgr. Andreas Peter Cornelius Sol, MSC.

mgr-mandagi-uskup-agung-merauke

#Pernah menempuh pendidikan di Belgia

Sebelum menjadi Uskup, Mgr. Mandagi pernah menempuh pendidikan di Universitas Leuven di Belgia selama tiga tahun. Tahun 1979, ia meraih gelar MA di bidang Religious Studies dan menyelesaikan Lisensiat dalam Bidang Teologi Dogmatik pada tahun 1981.

#Seorang dosen

Usai mengenyam pendidikan di Belgia, Mgr Mandagi dipercaya sebagai dosen Teologi Dogmatik, di Seminari Tinggi Hati Kudus Yesus Pineleng, Keuskupan Manado, hingga tahun 1990.

Tempat ini juga merupakan almamaternya Mgr. Mandagi. Di kampus tersebut, ia menempuh pendidikan Filsafat dan Teologi hingga tahun 1975.

#Sudah berusia senja

Mgr. Petrus Canisius Mandagi MSC tergolong dalam pemimpin Gereja Katolik yang sudah berusia senja. Saat ini, Uskup kelahiran 27 April 1949 itu berusia 73 tahun.

Dalam hirarki Gereja Katolik, usia 75 tahun adalah masa pensiun seorang Uskup. Ini berarti masa jabatan Mgr. Mandagi sebagai Uskup hanya akan berlangsung 2 tahun ke depan.

Ketika mendengar kabar bahwa ia dipilih sebagai Uskup baru, Keuskupan Agung Merauke, Mgr. Mandagi menerimanya dengan lapang.

Bagi dia, usia memang sudah senja. Tenaga mungkin sudah tidak setegar dulu. Namun, keterbatasan bukan jadi alasan untuk menolak tanggung jawab besar ini.

“Memang tugas ini tidak gampang, apalagi saya kini sudah berumur lanjut dan kaki sudah sedikit pincang. Namun saya tidak bisa menolak kehendak Tuhan. Saya yakin bahwa Tuhan akan mendampingi saya dalam melaksanakan tugas berat ini. Doa saya kepada Tuhan semoga saya senantiasa menjadi uskup yang rendah hati dan sederhana. Pegangan saya: Fortiter in re sed suaviter in modo. Artinya: teguh dalam prinsip tapi lembut dalam cara,” ujar Mgr Mandagi. Sungguh prinsip hidup yang luar biasa.

#Dijuluki “Tokoh perdamaian”

Fakta yang terakhir ini, mungkin belum banyak diketahui umat Katolik. Ini adalah yang paling berkesan dibanding fakta lain yang sudah dijelaskan sebelumnya. Mgr. Mandagi dijuluki “Tokoh Perdamaian” di Maluku. Mengapa? Begini ceritanya….

Mgr. Mandagi adalah pemimpin yang sangat peduli dengan kemanusiaan. Pada tahun 1999-2004, terjadi konflik sosial bercampur agama di Maluku. Kala itu suasana benar-benar mencekam.

Dilansir dari hidupkatolik.com, Mgr Mandagi mengenang, bahwa kejadian itu membuatnya malu. Karena suasana kala itu benar-benar menyedihkan antara kelompok Muslim dan Kristen.

Pertikaian yang diperparah oleh profokasi itu menelan ribuan jiwa. Banyak orang memilih mundur dan lari. Mereka enggan menjadi penengah.

Tetapi tidak dengan Uskup Mandagi. Ia justru menjadi salah satu orang yang berdiri paling depan dan berjuang mati-matian untuk menghentikan pertikaian sengit kala itu.

Uskup asal Minahasa itu tahu betul konsekuensinya. Menjadi pemberani berarti siap dibenci dan dianiaya. Nyawa sudah pasti terancam. Tapi meninggalkan umat di Keuskupannya bukan pilihan yang tepat.

Dalam buku berjudul Gereja di Atas Batu Karang karya Pastor Tino Ulahayanan MSC, dikisahkan bahwa Kepala Polda Maluku dan Gubernur Maluku saat itu, sempat meminta Mgr Mandagi meninggalkan Ambon demi keselamatan dirinya.

Tapi Uskup Mandagi justru menjawab, ”Saya tidak akan meninggalkan Ambon karena tugas saya adalah melindungi jiwa-jiwa di sini”.

Uskup yang usianya sudah senja itu menembus sekat-sekat pembatas untuk membangun dialog dengan berbagai pihak. Bahkan musuhnya sekalipun dikunjungi.

Menghadapi musuh, harus menggunakan tindakan kasih bukan kekerasan. Seperti itulah prinsipnya.  Perjuangan keras ini berhasil menyelesaikan pertikaian itu. Semua kembali bersaudara. Apa yang dilakukan Mgr Mandagi bukan sekedar untuk umat Katolik tapi untuk semua masyarakat Maluku.

“Saya membela kemanusiaan, bukan ke-Kristenan atau ke-Katolikan” ujarnya.

Itulah sejumlah fakta penting tentang Uskup Agung Keuskupan Agung Merauke, Mgr. Petrus Canisius Mandagi, MSC. Semoga semangat, kerja keras Bapa Uskup menjadi teladan bagi umat Katolik.

Berita Terkait:

TKK MPK KaPal Bangkitkan Tunas Muda Berkarakter

A. Daris Awalistyo

Rancangan 40 layanan di KUA Setelah KUA untuk Semua Agama

Steve Elu

Sedih! Suster Ini Berlutut dan Memohon di Hadapan Para Polisi Myanmar

Edeltrudizh
error: Content is protected !!